Loading

Jumlah Kunjungan

Artikel Terbaru MMT

Facebook Arda Chandra

Powered by Blogger.

Siapa yang bisa dikatakan sebagai kelompok sesat dalam Islam..? Sebagian orang bilang Ahmadiyah termasuk didalamnya, yang lain mengatakan Syi’ah adalah aliran sesat, banyak dari ulama yang menyatakan beberapa aliran tasawuf sudah tersesat, jangan tanya sama orang yang mengaku kelompok Wahabi atau Salafi, hampir semua umat Islam yang tidak ikut dalam kelompok tersebut sudah pasti dikategorikan sesat oleh mereka. 

Marilah kita memegang pedoman dasar untuk menyatakan diri sebagai seorang Muslim atau tidak, apakah kita masih memegang kalimat shahadah – laa illaha illa Allah Muhammad Rasulullah – apakah kita meyakini bahwa tidak ada Tuhan selain Allah, apakah kita termasuk orang-orang selalu berusaha mengidentifikasikan diri, termasuk segala tingkah-laku kita kepada apa yang telah dicontohkan oleh Rasulullah, artinya juga kita mengimani bahwa Al-Qur’an adalah wahyu Allah yang harus diikuti, dan hadits merupakan sumber informasi dalam mengimplementasikan ajaran Islam oleh nabi Muhammad SAW. Kalau kita sudah berpegang kepada kedua hal tersebut maka tidak ada alasan untuk tidak mengatakan kita adalah seorang Muslim, tidak peduli bagaimanapun model penafsiran terhadap aturan-aturan Islam. Berdasarkan ini maka kita bisa mengatakan Ahmadiyah bukanlah termasuk pemeluk Islam karena mereka telah menambah-nambah Al-Qur’an dengan kitab suci lain yang ditempatkan sejajar, juga mengidentifikasikan tingkah-laku kepada orang lain yang juga disejajarkan dengan Nabi Muhammad. Dengan ukuran ini maka aliran ingkar sunnah juga sulit dimasukkan sebagai bagian dari umat Islam karena telah menyingkirkan hadits, sebagai sumber informasi tentang tingkah-laku dan ajaran Rasulullah mengaplikasikan ajaran Islam yang terdapat dalam Al-Qur’an. 



Dua orang, bapak dan anak, membawa seekor keledai ke pasar untuk dijual. Ketika mereka baru keluar dari rumah muncul masalah bagaimana cara membawa keledai tersebut karena banyak alternatifnya. Si bapak dan anak lalu memutuskan; bapak yang naik ke punggung keledai, si anak berjalan menuntun mengingat anak memang harus menghormati orang-tua. Di perjalanan mereka bertemu dengan serombongan ‘rakyat’, lalu rakyat bersuara :”Dasar bapak tidak tahu diri, mosok dia enak-enak duduk dipunggung keledai dan membiarkan anaknya capek berjalan..”. Karena ‘suara rakyat adalah suara Tuhan’ maka si bapak dan anak tersebut merasa tidak enak dan merasa bersalah, lalu mereka melakukan alternatif lain, sekarang anak yang duduk dipunggung keledai, dan bapaknya berjalan menuntun. Di perjalanan mereka kembali bertemu dengan ‘rakyat’, lalu rakyat tersebut bersuara:”Dasar anak tidak tahu diri, dia enak-enak saja duduk dipunggung keledai membiarkan bapaknya kelelahan berjalan..”. Karena ‘suara rakyat adalah suara Tuhan’, kembali hal ini membuat keduanya menjadi tidak enak dan merasa bersalah. Si bapak lalu berbicara kepada anaknya ;”Marilah kita berdua naik ke punggung keledai ini, agar tidak ada lagi ‘suara Tuhan’ yang akan menyalahkan kita, mereka lalu menaikinya berdua. Di perjalanan mereka kembali bertemu dengan ‘rakyat’ dan rakyatpun mengeluarkan suaranya :”Dasar bapak dan anak tidak tahu diri, bagaimana mungkin mereka tega menduduki seekor keledai berdua..??”. Akhirnya sepasang bapak dan anak ini menjadi kebingungan, rakyat sudah bicara, artinya Tuhan sudah bicara melalui suara yang disampaikan oleh rakyat tersebut , si bapak mengeluh putus-asa, dan dia bicara kepada anaknya :”Nak.., untuk terakhir kalinya hanya ada 1 alternatif, kita sudah berusaha untuk mengikuti suara rakyat, maka alternatif ini harus kita pakai agar tindakan kita bisa sejalan dengan keinginan rakyat tersebut”, lalu bapak dan anak bekerjasama, mereka memanggul keledai tersebut berdua… 

Di perjalanan mereka kembali bertemu dengan rakyat, anda tahu apa suara rakyat ketika melihat kelakuan sepasang bapak dan anak ini..?? rakyat bersuara :”Kita tidak bisa lagi melihat perbedaan diantara mereka, mana yang manusia dan mana yang keledai…” 

Suara rakyat BUKANLAH suara Tuhan, kalaulah pernyataan ini mengandung kebenaran maka Allah tidak akan menghukum umat nabi Nuh yang sudah ‘bersepakat secara mayoritas’ untuk melakukan keingkaran dan kekafiran dan menyelamatkan nabi Nuh beserta segelintir pengikutnya dari bencana banjir, Allah seharusnya melakukan hal sebaliknya. Kalaulah ‘suara rakyat adalah suara Tuhan, maka yang seharusnya diazab Allah adalah nabi Luth dan keluarganya, bukan rakyatnya yang sudah bersepakat secara mayoritas untuk ‘bersodomi-ria’. Kalaulah ‘suara rakyat adalah suara Tuhan’, maka kita tidak akan menemukan sejarah tentang kaum/bangsa yang dimusnahkan, dan kalau ‘suara rakyat adalah suara Tuhan’ maka Tuhan tidak akan menurunkan kitab-kitab-Nya untuk kita karena pada hakekatnya kitab tersebut berisi suara Tuhan, buat apa Tuhan ‘bersuara’ kalau ternyata suara-Nya sudah terwakili oleh suara rakyat..?? 



Kisah ini dimulai Al-Qur'an dengan pernyataan nabi Musa terhadap seorang murid yang mengikutinya, bahwa dia bertekad tidak akan berhenti melakukan pengembaraan untuk menemukan seseorang, tempat dia akan belajar dan mendapatkan ilmu yang tidak dia ketahui [QS 18:60]. Tidak dijelaskan apa sebab musabab nabi Musa melakukan pengembaraan ini, beberapa ahli tafsir berpendapat bahwa sebelumnya nabi Musa pernah 'kelepasan omong' menyatakan kepada murid-muridnya bahwa sebagai seorang nabi dan rasul dia telah diberikan ilmu yang melebihi siapapun di dunia. Allah lalu menegur kesombongan ini dan memerintahkan nabi Musa untuk mencari seorang guru yang akan membuktikan, bahwa ilmu yang dibangga-banggakan nabi Musa tersebut sebenarnya tidak ada apa-apanya dibandingkan yang dimiliki oleh orang tersebut. Ketika perjalanan nabi Musa sampai kepada pertemuan dua lautan, terjadi keajaiban, ikan goreng bekal makanan yang dibawa tiba-tiba hidup dan melompat kelaut, ini merupakan pertanda bahwa ditempat itulah beliau akan menemukan orang yang dimaksud [QS 18:61-65]. 

Singkat cerita ketika nabi Musa telah menemukannya (sebagian ahli tafsir sepakat bahwa orang yang dimaksud adalah nabi Khidir, seorang nabi 'idola' dari kaum sufi Islam karena dianggap memiliki ilmu-ilmu ghaib yang tidak masuk akal, untuk selanjutnya saya menyebutnya dengan nabi Khidir) lalu nabi Musa meminta untuk mengikuti nabi Khidir agar bisa mendapat pelajaran tentang ilmu yang tidak dimilikinya. 



Suatu pertanyaan bisa kita munculkan tentang reaksi sebagian umat Islam terhadap gerakan amar makruf nahi munkar yang dilakukan oleh umat Islam lainnya : mengapa mereka begitu sensitif menolak adanya bagian-bagian dari internal Islam yang berusaha mengajak kepada kebaikan dan berjuang menolak kemungkaran yang ditemukan dilingkungan sekitar. Sebenarnya secara umum tidak ada seorangpun yang mempermasalahkan tindakan ‘amar makruf - ’nya – mengajak kepada kebaikan – karena hal tersebut sama sekali tidak akan mengganggu pihak yang dituju, orang lain tentu saja dipersilahkan datang untuk mengajak kita kepada kebaikan, dan kita sendiri punya kebebasan untuk menerimanya atau mengabaikannya. 

Masalahnya muncul ketika tindakan tersebut berbentuk ‘nahi munkar’ – mencegah kemungkaran. Disini terjadi benturan dengan hak individu, hak azazi manusia, dan segala macam hak-hak yang lainnya. Kemungkaran dalam ajaran Islam tidak hanya berbentuk suatu perbuatan yang merugikan orang lain, misalnya seperti perampokan dan pencurian, penipuan, korupsi, dll, tapi juga dalam bentuknya yang merugikan diri sendiri, misalnya seorang Muslim yang tidak mengerjakan ibadah wajib seperti shalat, puasa, zakat, atau juga perbuatan dosa yang tidak merugikan pihak lain, mabuk alkohol, berzina. Semua bentuk kemungkaran tersebut merupakan tindakan yang wajib diberantas dan diluruskan oleh setiap Muslim, karena kalau terjadi kelalaian dan pembiaran maka umat Islam yang ada disekitar akan ikut menerima getahnya di akhirat kelak, sekalipun dia seorang Muslim yang rajin beribadah dan selalu berbuat baik. Mana dalilnya yang mengatakan demikian..?? semua orang Islam pasti hapal dengan ayat ini : 

Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan saling berwasiat tentang kebenaran dan saling berwasiat tentang kesabaran. (al-Asr 1-3) 



Menurut pihak promotor, alasan utama tentang gagalnya konser Lady Gaga di Jakarta adalah karena faktor keamanan, - "The Jakarta Situation is 2-fold: indonesian authorities demand I censor the show and religious extremist separately, are threatening violence," demikian penyanyi ini menulis di twitternya. Ini tentu suatu kesempatan juga bagi pihak promotor untuk menyelamatkan diri dan mereka bisa berkelit tentang ketidak-mampuan untuk memenuhi syarat-syarat pelaksanaan konser sesuai aturan yang berlaku. Soal batasan yang ditetapkan untuk melakukan konser tidak perlu dibahas karena ini bukan hanya reaksi yang dihadapinya di Indonesia saja, pemerintah Philippina dan Korea Selatan juga lebih kurang menuntut hal yang sama. Alasan yang menjadi ‘ciri-khas’ Indonesia terletak kepada soal keamanan, lalu informasi ini langsung disambar oleh media sekuler (julukan bagi media yang selama ini punya reputasi berseberangan dengan gerakan amar makruf nahi munkar yang dilakukan ormas-ormas Islam) untuk memojokkan polisi. Sehari setelah pengumuman tersebut, pak Saud Usman Nasution, Kadiv Humas Polri menjadi naik daun, diundang sebagai narasumber untuk menerima ‘serangan’ dari media ini. 

Pertanyaan diajukan mulai dari bergaya meminta penjelasan sampai menyindir untuk memancing emosi pak polisi tersebut. Untung sampai hari ini, kita tidak melihat pihak polisi terpancing dan tetap konsisten dengan penjelasan soal belum lengkapnya syarat-syarat perizinan yang diserahkan oleh pihak promotor. Mari kita runut kronologisnya.. Reaksi umat Islam telah dilakukan beberapa minggu sebelum hari-H konser yang sedianya akan diselenggarakan tanggal 3 Juni 2012. Banyak alasan yang dikemukakan, mulai dari penampilan yang seronoh, aksi teatrikal yang mewakili ajaran setan sampai kekhawatiran rusaknya akhlak generasi muda Indonesia. Semuanya bermuara kepada satu hal, bahwa Lady Gaga tersebut merupakan sosok yang bertentangan dengan nilai-nilai Islam, sesuai dengan apa yang diyakini oleh pihak Islam yang menentang. Tentu saja di negara demokrasi yang menjunjung nilai-nilai kebebasan ini, sikap seperti itu sah-sah saja. Setiap orang berhak untuk memiliki keyakinan bahwa kelakuan penyanyi yang datang tersebut bertentangan dengan ajaran agama yang dianutnya, sama berhak-nya pihak lain yang mengaku beragama Islam yang meyakini model konser tidak bermasalah dengan ajaran Islam, sesuai dengan pemahaman mereka tentang ajaran agama yang dianutnya tersebut. Juga sama sah-nya dengan ketua NU Said Agil atau imam besar masjid Istiqlal yang menyatakan itu memang tidak sesuai dengan nilai-nilai Islam, namun tidak mengambil sikap yang jelas untuk menentang kedatangannya, selain berdo’a agar si Lady tidak jadi datang ke Indonesia. 



“Berilah kabar gembira kepada orang-orang yang berjalan ke masjid di kegelapan malam bahwa mereka akan beroleh cahaya yang sempurna di hari kiamat.” (HR. Ibnu Majah, Ibnu Khuzaimah di dalam kitab shahihnya, dan Imam Hakim). 

Menarik apa yang saya amati dari jemaah shubuh saya pagi ini. Beberapa mereka yang konsisten shalat ke masjid terdiri dari orang-tua yang sudah punya problem dengan kesehatan, ada yang sudah terkena stroke dan di operasi, kondisi yang sering ambruk, bahkan ada yang pernah pingsan ketika shalat, ada juga yang bermasalah dengan diabetes, jantung, prostat, dll. Kondisi kesehatan ini jelas bukan sesuatu yang nyaman untuk setiap pagi buta pergi ke masjid melaksanakan shalat shubuh berjamaah.

Cuaca belakangan ini juga tidak bersahabat karena sering hujan, jalan di kompleks perumahan yang banyak berlubang memunculkan perjuangan tersendiri untuk berjalan mencapai masjid akibat lumpur yanhg ditimbulkannya. Dari cerita jamaah, sudah ada 4 orang yang jatuh terpeleset bahkan sampai terkilir. 

Ada jamaah yang rumahnya agak jauh mendatangi masjid membawa mobil. Saya bisa membayangkan setiap pagi mereka harus membuka pintu garasi dan pagar, memanaskan mesin, menutup kembali pintu, lalu bergerak menuju masjid. 




Nabi bersabda, "Tahukah kalian siapa sebenarnya orang yang bangkrut?" Para sahabat menjawab, "Orang yang bangkrut menurut pandangan kami adalah orang yang tidak memiliki dirham (uang) dan tidak memiliki harta benda". Kemudian Rasulullah berkata, "Orang yang bangkrut dari umatku adalah orang yang datang pada hari Kiamat membawa pahala shalat, pahala puasa dan zakatnya, (tapi ketika hidup di dunia) dia mencaci orang lain, menuduh orang lain, memakan harta orang lain (secara bathil), menumpahkan darah orang lain (secara bathil) dan dia memukul orang lain, lalu dia diadili dengan cara kebaikannya dibagi-bagikan kepada orang ini dan kepada orang itu (yang pernah dia zhalimi). Sehingga apabila seluruh pahala amal kebaikannya telah habis, tapi masih ada orang yang menuntut kepadanya, maka dosa-dosa mereka yang didzalimi ditimpakan kepadanya, dan pada akhirnya dia dilemparkan kedalam neraka (Shahih Muslim No.4678, Tirmidzi No. 2342) 

Siapakah kira-kira yang dimaksud ‘orang lain’ yang disebut dalam hadits tersebut? Apakah mungkin mereka itu orang yang tinggalnya jauh dari kita.? Misalnya anda yang tinggal di Indonesia, maka ‘orang lain’ yang dimaksud Rasulullah adalah Mr. Smith di Amerika Serikat, atau Nakamura-san di Tokyo, Mr. Mugabe di Afrika..? Lalu kapan adanya kesempatan kita berinteraksi dengan mereka sehingga memunculkan kedzaliman dan sikap menyakiti..?. Bagaimana mungkin bisa dikatakan kita melakukan dosa padahal kenalpun tidak..?. 

Maka ‘orang lain’ yang dimaksud oleh hadist tersebut pastilah orang-orang terdekat kita. Anda tahu siapa mereka..? mereka adalah keluarga kita, istri atau suami, anak-anak, orang-tua, saudara, tetangga kiri dan kanan, jamaah masjid, rekan sekantor, teman sekolah, karyawan dan anak buah kita, itulah ‘orang lain’ yang bisa menyeret kita ke neraka akibat kedzaliman yang kita lakukan terhadap mereka. 



Seseorang berniat mau berangkat ke masjid untuk menunaikan shalat fardhu berjamaah, katakanlah di waktu 'Isya atau Shubuh, namun mendadak turun hujan deras menghalangi langkahnya pergi. Wajarnya kita tentu punya pikiran melaksanakan shalat fardhu dirumah saja karena memiliki alasan yang kuat untuk itu. Namun orang ini ternyata berpikiran lain :"Kalau saya membatalkan kepergian saya ke masjid maka logikanya semua orang mempunyai pikiran yang sama, lalu siapa lagi yang akan mengisi masjid untuk shalat fardhu berjamaah...?". Akhirnya dia memilih untuk mengambil payung menerobos hujan deras, mengangkat ujung celana, berangkat juga ke masjid. 

Sesampai disana dengan ujung celana yang basah, dan ternyata tepat apa yang dia duga, peserta shalat fardhu hanya 2 orang, dia sendiri dan si penjaga masjid... 

Ketika selesai shalat berjalan keluar melewati pintu masjid, wajahnya tertengadah ke langit, dengan mata berkaca-kaca mengucap lirih :" Yaa..Allah, hamba lakukan ini semata-mata mengharapkan ridho dari-Mu, agar Engkau mau menyayangi dan mengasihi hamba, maka limpahkanlah Kasih Sayang-Mu kepada hamba ini..". Ada keyakinan kuat karena merasa telah memberikan peribadatan yang terbaik, yang tidak akan bisa dilakukan oleh semua orang. 



Ustadz kondang di Bandung, KH. Athian Ali, pernah menyampaikan dalam satu kesempatan ceramahnya, sering pertanyaan ini disampaikan oleh ibu-ibu majelis taklim :”Apakah saya bisa kembali bertemu dan hidup bersama suami saya di surga nanti..??”, sambil tertawa meledek pak ustadz lalu melanjutkan bahwa sudah puluhan tahun dia menjadi ustadz, belum pernah sekalipun ada pertanyaan yang sama datang dari bapak-bapak. Tentu saja hal ini kemudian mengundang ketawa para pendengarnya, terutama para bapak-bapak yang hanya bisa nyengir. Mungkin pertanyaan ini diajukan karena adanya hadist yang bisa memancing kecemburuan para istri tentang apa yang akan diperoleh suami-suami mereka nanti di surga : 

Tirmizi dan Ibn Majah meriwayatkan sebuah isnad yang shahih dari Al-Miqdam ibn Ma’dikarib radhiallahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam bersabda, “Seorang syuhada akan memperoleh tujuh kehormatan dari Allah subhanahu wa ta’ala: ia akan dimaafkan sejak tetesan pertama darahnya; kepadanya akan diperlihatkan tempatnya di surga; ia akan dilindungi dari adzab kubur; ia akan dibebaskan dari adzab hari kiamat; di atas kepalanya akan ditaruh mahkota keagungan dengan batu mulia yang lebih baik daripada dunia dan segala isinya; ia akan dinikahkan dengan 72 bidadari surga; dan ia akan diizinkan untuk memberikan pertolongan (syafaat) kepada 72 orang kerabatnya. (Misykat al-Masabih, III, hlm. 357, no.3834). 

Bisa kita gambarkan isi hati para ibu-ibu dengan bahasa gaul :”Lha..suami gua enak-enak dikeroyok puluhan bidadari di surga, mosok gua hanya bisa manyun saja menonton…??”. 



"Makanan berguna untuk kelangsungan hidup anda, makanan bisa menghasilkan energi untuk anda beraktifitas, kalau anda tidak makan dalam waktu yang lama, anda bisa dalam bahaya. Namun dari berbagai jenis makanan, terdapat makanan yang berkolasterol tinggi, seperti jeroan, dll. Kalau anda tidak punya ketahanan tubuh untuk menerima makanan tersebut, lebih aman kalau anda makan makanan jenis lain, seperti daging, kolasterolnya lebih rendah. Namun kalau anda juga punya tubuh yang rentan, mungkin berpotensi tinggi terhadap diabetes dan darah tinggi, sebaiknya anda makan yang lebih aman, sayuran dan ikan-ikan. Itu lebih baik dan sehat buat anda". 

Logisnya, sekalipun anda termasuk punya tubuh yang kuat, mungkin karena anda adalah olahragawan terlatih, anda tentu memprioritaskan untuk makan makanan yang paling aman, yaitu sayuran dan ikan. Tetapi suatu waktu anda juga bisa mengkonsumsi makanan berkolasterol tinggi karena beberapa alasan, antara lain : 

1. Anda merasa tubuh anda SANGGUP untuk mengkonsumsinya.. 
2. Bisa juga karena SELERA (NAFSU) makan anda mendorong anda sehingga sekalipun mengerti apa resikonya, jeroanpun anda sikat juga. 
3. Bisa juga karena anda BUTUH makan makanan beresiko tinggi tersebut, karena aktifitas anda memang membutuhkan masukan makanan yang berenergi tinggi. 
4. Bisa juga karena makanan tersebut sudah diletakkan diatas meja, kalau ada tidak memakannya akan membusuk dan mengganggu lingkungan, sedangkan anda TIDAK PUNYA ALTERNATIF untuk membuangnya. 



Kekuasaan mana yang saat ini mampu membendung banjir informasi yang terjadi di dunia internet..?? Orang bisa saja membuat perangkat lunak untuk melakukan sensor, apakah terkait dengan pornografi atau berita yang tidak diinginkan dibaca orang banyak, besok lusa para programer pasti menciptakan software baru untuk mementahkan program yang dibuat tersebut, alhasil arus informasinya tetap saja tidak bisa dibendung. Pemerintah di banyak negara bisa saja bikin aturan agar rakyatnya tidak membaca satu berita, dan mengancamnya kalau melakukan pelanggaran, lalu bagaimana mungkin menahan informasi yang bisa diakses sampai ke tempat tidur dan di kamar mandi rakyatnya..?? 

Teknologi internet adalah anugerah Allah yang besar untuk umat Islam. Saya ingat dahulu ketika internet belum ada, pikiran kita selalu digiring oleh media yang tersedia, televisi, radio, koran, film, yang dikuasai oleh satu pihak tertentu, dan yang pasti pihak tersebut adalah sesuatu yang tidak berada pada posisi yang sama dengan umat Islam. Arus informasi secara sepihak membentuk persepsi yang disesuaikan dengan keinginan mereka. Saya ingat ketika aktor Hollywood Silvester Stallone dalam Film Rambo II, menceritakan kisahnya kembali ke hutan Vietnam, ketika hendak turun dari perahu di sebuah sungai, jagoan Amerika ini menatap dingin ke arah hutan yang akan dimasukinya sambil mengeluarkan kata-kata dari mulutnya yang rada mencong :”I’am home..”. Persepsi lalu tertancap bahwa sosok tentara Amerika di Vietnam semuanya seperti si Rambo ini, saat ini di internet kita gampang menemukan catatan sejarah yang mengungkapkan bagaimana terbirit-biritnya tentara Amerika melarikan diri dari Saigon digempur pasukan Vietnam Utara. 



Sungguh, ketika kita bicara soal sifat Allah yang Maha Pengampun, sudah tidak ada lagi kata-kata yang bisa disampaikan untuk membahas soal ini. Anda bisa membayangkan kalau anda disakiti orang lain, lalu besok lusa dia meminta maaf atas kelakuannya, sangat sulit rasanya memberikan maaf, bahkan ketika secara lisan anda menyampaikan :”Sudahlah.., tidak apa-apa, saya sudah memaafkan anda..”, namun besok lusa ketika anda teringat kembali kelakuan orang tersebut yang telah melukai anda, tetap saja rasa tidak enak muncul dalam hati, dan anda harus bersusah-payah untuk kembali melupakannya. Apalagi ketika kesalahan yang dilakukan terjadi berulang-kali, saya malah tidak yakin kalau kita sanggup untuk memberikan maaf. Apakah kita bisa membayangkan tentang ‘isi hati’ Allah ketika Dia menyatakan : 

“Wahai bani Adam, sesungguhnya selama engkau masih berdoa dan berharap kepada-Ku, maka Aku akan mengampunimu semua dosa yang ada padamu dan Aku tidak akan peduli; Wahai bani Adam, seandainya dosa-dosamu mencapai langit, kemudian engkau memohon ampun kepada-Ku, Aku akan mengampunimu dan Aku tidak peduli; Wahai bani Adam, seandainya engkau datang kepada-Ku dengan membawa kesalahan seukuran bumi kemudian engkau datang menjumpai-Ku dalam keadaan tidak berbuat syirik atau menyekutukanKu dengan apapun juga, maka sungguh Aku akan datang kepadamu dengan membawa ampunan seukuran bumi juga. [HR. at-Tirmidzi] 

Apa yang ada dalam pikiran kita ketika Allah mengatakan :

Katakanlah: "Hai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Az-Zumar: 53)




Dosa didefinsikan sebagai suatu perbuatan yang bertentangan dengan aturan Allah, tidak mengerjakan apa yang diperintahkan, atau sebaliknya mengerjakan apa yang dilarang. Anda tidak menjalankan shalat wajib 5 waktu, tidak puasa Ramadhan, tidak mengeluarkan zakat padahal sudah memenuhi persyaratan..?? itu namanya dosa, atau anda meminum khamar yang memabukkan, makan babi tidak dalam keadaan terpaksa, berzina, ngomongin tetangga..?? itu juga dosa. Masalahnya, bagaimana cara mengukur segala dosa tersebut sehingga membuat kita terjerumus kepada kekafiran..?? 

Silahkan didalami hati anda sendiri, apa sebenarnya alasan yang mendasari perbuatan dosa yang anda lakukan tersebut, karena bisa jadi bentuk perbuatannya sama, namun karena dasarnya berbeda maka anda bisa menetapkan diri anda sendiri apakah sudah kafir atau tidak. Dua orang yang sama-sama tidak mengerjakan shalat punya dasar yang berbeda, yang satu bilang :”Saya percaya kepada Allah dan nabi Muhammad, bahwa Dia memerintahkan shalat wajib 5 waktu untuk menyembah-Nya, tata-caranya dicontohkan oleh Rasulullah, saya yakin itu memang kebenaran yang datang dari Allah. Tapi gimana yaa.., saya sibuk dan sering tidak punya waktu, lagipula sering malas mengerjakannya”, maka anda termasuk Muslim yang berdosa. Orang yang lain menyampaikan alasan :”Saya ini Muslim, saya mengikrarkan shahadat, saya tidak shalat karena memang tidak percaya perintah tersebut datang dari Allah. Memang sih tercantum dalam Al-Qur’an, tapi saya meyakini Al-Qur’an tersebut hanya karangan Muhammad sekalipun dia mendapat ilham dari Allah. Perintah shalat yang disampaikannya merupakan aturan yang terkait dengan kehidupan Arab jaman dulu, sekarang sudah kedaluarsa dan tidak sesuai lagi dengan perkembangan jaman..”, maka sekalipun anda berteriak-teriak di depan umum mengucapkan kalimat shahadat, anda termasuk kafir. 



Pertanyaan bisa kita ajukan ;”Kalau Lady Gaga ditolak dengan salah satu alasan mengumbar aurat, maka seharusnya umat Islam di Indonesia juga menolak kedatangan Inter Milan, lihat saja para pemainnya yang juga mempertontonkan aurat, memakai celana pendek diatas lutut…”. Perlu diketahui bawa batasan aurat dalam ajaran Islam bagi laki-laki adalah dari pusar hingga lutut. Faktanya tidak ada yang meributkan kedatangan klub sepakbola manapun yang berkunjung ke Indonesia, padahal mereka semuanya datang dengan ‘mempertontonkan’ aurat. Maka kita bisa menyimpulkan bahwa penolakan terhadap Lady Gaga pasti punya alasan lain yang lebih mendasar. 

Sebenarnya alasan yang paling tepat mengapa umat Islam Indonesia menolak penyanyi ini terkait dengan simbol, bahwa Lady Gaga yang dimanifestasikan melalui corak pertunjukan, syair lagu dan sikap hidupnya merupakan pencitraan dari penentangan terhadap nilai-nilai agama. Kita harus melihat sosoknya berdasarkan ‘the whole package’- nya. Sikap yang diambil oleh penampilan Lady Gaga adalah sikap yang berseberangan dengan nilai-nilai agama yang kita yakini, soal aurat termasuk didalamnya. Islam mengajarkan kesopanan, Lady Gaga menyerukan ‘kesopanan’ yang sebaliknya (saya tidak memakai istilah ketidak-sopanan karena bisa 7 hari 7 malam menentukan batasan soal ini), Islam mengajarkan kita untuk melawan syaitan, Lady Gaga sebaliknya, berkompromi dengan syaitan, Islam mengajarkan kesadaran dan sikap yang terkontrol, Lady Gaga mengajak pengikutnya untuk bertindak sebaliknya. Dari seluruh aspek penampilannya, penyanyi ini mengambil posisi yang menentang agama. Maka itulah alasan yang tepat untuk menolak kedatangannya di negeri ini yang mayoritas beragama Islam. 



Kebiasaan orang-orang yang mempertanyakan ajaran Islam tentang pernyataan Allah yang menyesatkan manusia adalah dengan mengambil ‘ujung’ dari suatu ayat, memotong-motong ayat lalu mengajukan pertanyaan yang tidak membutuhkan jawaban :”Jadi dalam Islam, Allah-lah yang menyesatkan manusia. Bukan main.., mengapa Tuhan anda tidak memberikan kasih-Nya agar manusia yang tersesat itu bisa diselamatkan..??”. Sudah jelas, orang yang bertanya tidak akan membutuhkan jawabannya karena sasaran sudah tercapai, menyampaikan tuduhan bahwa Islam mengajarkan Allah menyesatkan manusia yang dikehendaki-Nya, buktinya memang ada kalimat yang persis sama dalam Al-Qur’an menyatakan hal tersebut. 

Penjelasan soal ini sebenarnya mudah, dibaca saja ayatnya dengan lengkap, maka kita akan menemukan bahwa pernyataan ‘Allah menyesatkan siapapun yang Dia kehendaki’ merupakan ‘ujung’ dari suatu penjelasan. Sebelumnya Allah memberikan informasi tentang kelakuan manusia yang memilih sikap untuk menentang dan durhaka kepada Allah. Misalnya saja surat al-An’am 3 yang menyatakan ‘Barangsiapa yang dikehendaki Allah (kesesatannya), niscaya disesatkan-Nya’, merupakan ujung dari penjelasan pada kalimat sebelumnya ‘Dan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami adalah pekak, bisu dan berada dalam gelap gulita’, artinya : bagi anda yang memilih untuk mendustakan ayat-ayat Allah maka anda akan dibikin pekak, bisu, buta oleh Allah, maka Allah berdasarkan pilihan anda tersebut telah memberikan ketetapan untuk menyesatkan anda. 



Islam adalah salah satu agama yang ajarannya sering menimbulkan salah sangka, terutama bagi orang-orang yang tidak mau mendalami maksud dari suatu perintah, dengan menggali berdasarkan ayat-ayat Al-Qur’an dan juga hadits yang memperkuatnya. Salah satu ajaran tersebut adalah soal : menolong Allah. Salah-sangka ini, terutama yang datang dari pihak non-Muslim (bahkan juga dari sebagian Muslim yang rada ‘minder’ dengan ayat-ayat Allah yang memerintahkan untuk ‘menolong Allah’ ini) berangkat dari cara berpikir yang ‘kelihatannya’ masuk akal : “Tuhan adalah sesuatu yang Maha Berkuasa, Maha Perkasa, dll maka Dia mampu melindungi diri-Nya sendiri, tidak butuh bantuan makhluk. Buat apa Tuhan menciptakan makhluk dan memerintahkan mereka untuk menolong-Nya dari serangan makhluk yang lain..??”. Jadi pikiran ini muncul dari logika : sesuatu yang membutuhkan pertolongan artinya dia adalah lemah. 

Dengan logika yang sama sebenarnya kita juga bisa melakukan pertanyaan balik, misalnya kepada umat Kristen :"Kalau memang Tuhan anda Maha Kuasa, lalu buat apa para pendeta atau pastor anda harus merajalela memasuki daerah pedalaman, wilayah miskin, bahkan sampai mengeluarkan uang untuk 'mengiming-imingi' para pengemis dan gelandangan agar bisa ditarik masuk agama anda..?. Mengapa tidak membiarkan saja roh kudus 'gentayangan' untuk mempengaruhi orang-orang agar mau menerima ajaran Kristen..?". Di satu sisi mereka 'rewel' mempermasalahkan adanya perintah Al-Qur'an agar setiap Muslim mau 'menolong Allah', disisi lain mereka melakukan hal yang sama, menolong Tuhan mereka untuk menyebarkan keyakinan yang mereka miliki.

Pertanyaannya adalah : ketika Allah memerintahkan seorang Muslim untuk menolong-Nya, apakah itu harus selalu dikatakan ‘Allah membutuhkan’, dan sebagai suatu kelemahan..?? Disini letak sumber kesalahannya… Semua orang sependapat bahwa Tuhan bukanlah sesuatu yang lemah, Dia Maha Perkasa, Maha Berkuasa, Dia menentukan segala-galanya, dan tentu saja tidak membutuhkan sesuatu-pun atau siapa-pun untuk menolong-Nya. Menolong dari apa..?? dari siapa..??. Semua ‘serangan’ kepada Allah pasti datang dari makhluk ciptaan-Nya dan Allah Maha Berkuasa terhadap makhluk-makhluk-Nya tersebut, pasti tidak satupun makhluk yang mampu untuk ‘menyerang’ Allah. Makanya kita tidak bisa menyebut tindakan makhluk terhadap Allah adalah ‘menyerang’, namun kata yang lebih tepat adalah ‘durhaka, menentang’ apa yang telah ditentukan Allah agar dilaksanakan oleh makhluk tersebut. 



Mungkin kita pernah bertanya kalau kita memang diciptakan Allah untuk melaksanakan penghambaan kepada-Nya, lalu mengapa harus ada ritual ibadah sunnah, selain pelaksanaan ibadah wajib..?. Ibadah sunnah adalah ritual dengan ketentuan ‘apabila dikerjakan mendapat pahala, kalau tidak dikerjakan tidak beresiko apa-apa’. Rasulullah mencontohkan selain shalat wajib 5 waktu, kita juga dianjurkan untuk shalat sunnah 2 rakaat sebelum Shubuh, 2 atau 4 rakaat sebelum Dhuhur, 2 rakaat setelah Dhuhur, 2 rakaat setelah Maghrib, dan 2 rakaat setelah ‘Isya. Lalu ada qiyamul lail (shalat malam) 8 rakaat ditambah witir 3 rakaat, shalat dhuha diwaktu pagi 2 sampai 8 rakaat. Selain puasa wajib di bulan Ramadhan, ada puasa sunnah Senin-Kamis, atau yang punya ‘hobby’ berpuasa bisa melaksanakan puasa Daud, sehari puasa sehari tidak. Ada infaq dan sadaqah selain zakat wajib, ada umroh selain kewajiban berhaji. Lalu kalau kita diciptakan ke dunia untuk menyembah Allah, mengapa tidak ditetapkan saja semua hal tersebut menjadi suatu kewajiban, toh banyak orang yang sanggup melakukannya secara konsisten…? 

Pemahaman kita terhadap ibadah sunnah tersebut bisa kita dapatkan ketika kita melakukannya, rasakan saja apa yang akan muncul dalam hati. Disaat melakukan ibadah wajib, maka dasar yang melandasi niat kita sering karena hal tersebut memang harus dilaksanakan, suka atau tidak suka, mengingat resiko yang harus diterima kalau kita tidak mengerjakannya. Tidak melakukan shalat wajib 5 waktu..?? ada perasaan berdosa yang muncul dalam hati. Tidak puasa Ramadhan tanpa alasan yang kuat..?? menyesal setengah mati lalu cepat-cepat minta ampun, demikian seterusnya. 



Beberapa tahun lalu saya pernah ditelepon salah seorang saudara dari kampung halaman. Terus terang saja saya agak kaget menerimanya karena jarang-jarang saudara saya tersebut menghubungi, ini tentu sesuatu hal yang penting. Ternyata dia menawarkan sebuah rumah mewah dikampung, “untuk hari tua”, katanya. Dengan bersemangat dia menjelaskan bahwa rumah tersebut sangat luas, bertingkat, punya sekian kamar, sekian kamar mandi, dilengkapi kolam renang, lalu dilanjutkan :”Harganya tidak terlalu mahal, hanya ‘satu em”, sambil mengiming-imingi saya bahwa rumah lain yang setara bisa berharga lebih dari itu. Terus-terang saya jadi ketawa sendiri, koq dia bisa menyimpulkan kalau saya punya duit sedemikian banyak. Tawa saya makin keras ketika hal ini saya sampaikan kepada istri saya dan jawabannya :”Walah….bisa gempor menyapunya tiap hari, nggak mau saya di hari tua harus mengurus rumah sebesar itu..”. dalam, pikiran saya, rumah demikian memang menyiksa. Bayangkan bagaimana beratnya mengurus rumah tersebut, kalaupun pakai pembantu, minimal harus ada 4 orang pembantu yang stand-by terus dirumah, dan ini bisa menimbulkan masalah karena pengalaman saya, 1 pembantu saja kelakuannya aneh-aneh dan bikin pusing, apalagi 4 orang. Belum lagi kalau untuk perawatan, ada yang bocor, listrik konslet, dll. 

Pernah juga dalam suatu wawancara di sebuah stasiun televisi, 2 orang pengacara kondang adik-kakak yang terkenal dengan hobby mengkoleksi mobil-mobil mewah, puluhan jumlahnya nangkring di garasi rumah. Sebagaimana umumnya konstruksi mobil mewah, tidak bisa dikendarai di semua jalan, harus jalan yang mulus, dan celakanya di Indonesia ini malah sebaliknya, jalan berlobangnya lebih banyak dibandingkan yang mulus. Mobil mewah juga biasanya didesain untuk ngebut, maka sangat riskan kalau dipakai di kompleks perumahan, harus pergi ke jalan tol, celakanya dihari kerja biasanya jalan tol di Jakarta selalu macet. Maka si pengacara kondang tersebut, entah dengan bangga atau memelas bercerita bahwa kalau dia ingin menikmati mobil koleksinya tersebut, dia harus menunggu tengah malam disaat lalu-lintas sudah sepi, membawa ke jalan tol, baru ngebut disana. Saya menjadi bingung mensikapi cerita dia tersebut, entah merasa lucu atau kasihan… 



Lumrahnya dalam menerjemahkan sebuah buku, nama-nama orang yang tercantum didalamnya tidak akan ikut diterjemahkan. Misalnya novel karangan Ian Fleming yang sangat terkenal dan diterjemahkan ke berbagai bahasa ‘James Bond’, ketika dialih-bahasakan ke dalam bahasa Indonesia, nama James Bond tersebut tidak di-Indonesia-kan menjadi ‘James Ikatan’ atau juga ‘James Obligasi’. Bisa saja semua kata dan kalimat dalam dalam didalamnya diterjemahkan namun ketika menyangkut nama orang, tetap akan memakai bahasa aslinya. Karakter lain yang ada dalam novel tersebut misalnya sekretaris kantor dinas rahasianya yang bernama ‘Moneypenny’ tidak akan diterjemahkan menjadi ‘Uang Receh’. Ketika kita bercerita tentang Goerge Bush dalam bahasa Indonesia maka kita tidak akan memanggilnya ‘George Semak’, atau misalnya bicara tentang senator terkenal AS ‘Barry Goldwater’ lalu menyapanya dengan ‘Barry Banyumas’, atau juga memanggil Mr. Longhouse dengan panggilan ‘Sutan Rumah Panjang’. Sama juga halnya ketika nabi Muhammad diwahyukan tentang kisah orang-orang jaman dahulu, terutama tentang nabi-nabi bangsa Yahudi, maka nama-nama mereka tidak akan dialih-bahasakan ke dalam bahasa Arab, bahasa yang dipakai Allah dalam mewahyukan Al-Qur’an. Nama Musa, Daud, Sulaiman, Zakaria, Yahya dan Isa Almasih tetap dipakai dengan bunyi sama seperti nama-nama tersebut dipanggil oleh bangsa Yahudi dalam bahasa mereka, mungkin terjadi perbedaan logat, namun itu hal yang lumrah, sama saja misalnya ketika orang Indonesia melafahdzkan nama-nama George, Barry, James, dll logatnya tentu berbeda dengan orang Inggeris atau Amerika dalam membunyikannya. 

Demikian pula dengan nama ‘Allah’….. 

Saya sendiri tidak menemukan kata ‘Allah’ keluar dari mulut nabi Adam dan Hawa termasuk juga ketika Al-Qur’an bercerita tentang penciptaan manusia dan kehidupan kedua nenek moyang umat manusia tersebut ketika berada di ‘jannah’. Satu-satunya sebutan Tuhan yang ada, hanyalah kata ‘rabb’, yaitu bahasa Arab dari nama jabatan Tuhan : 

Keduanya berkata: "Ya Tuhan kami, kami telah menganiaya diri kami sendiri, dan jika Engkau tidak mengampuni kami dan memberi rahmat kepada kami, niscaya pastilah kami termasuk orang-orang yang merugi. (al-A’raaf 23) 



Al-Qur’an menyebutkan bahwa surga merupakan sesuatu yang ‘diwariskan’ kepada orang-orang yang beriman dan bertaqwa, beberapa ayat yang menyatakan hal tersebut antara lain pada surat az-Zukhruf 72 al-Mu’minuun 10-11. Arti kata ‘waris’ umumnya dimaknai sebagai ‘sesuatu yang seharusnya dimanfaatkan oleh seseorang namun karena satu suatu sebab pemanfaatannya dialihkan kepada orang lain’, maka muncul pertanyaan :”Jadi milik siapa seharusnya surga yang telah diwariskan kepada orang beriman tersebut..?”. 

Para ulama menafsirkan bahwa semua manusia sebenarnya telah disediakan Allah ‘kapling’- nya masing-masing di surga maupun di neraka. Disaat manusia tersebut memilih untuk beriman dan bertaqwa kepada Allah maka ketika dia masuk surga terjadi ‘serah-terima’ kapling yang sudah disediakan tersebut, ditambah dengan kaplingan orang lain yang bernasib sial tidak dapat memanfaatkannya. Mengapa orang lain tersebut tidak bisa memiliki surga yang sudah disediakan buat dirinya..?? karena dia telah memilih untuk ingkar kepada Allah sehingga masuk ke neraka, maka serah-terima terjadi untuk bagiannya di neraka yang memang sudah disediakan. Lalu karena tempat orang beriman di neraka tidak diisi disebabkan dia masuk surga, maka kaplingannya tersebut diwariskan kepada orang yang ingkar dan berdosa. Makanya dalam ayat yang lain Allah mengatakan : Dan bagi orang yang takut akan saat menghadap Tuhannya ada dua surga. ‪(Ar-Rahmaan: 46). Bahkan Allah menginformasikan surga yang diwariskan kepada orang yang beriman dan bertaqwa tersebut lebih dari satu : Dan selain dari dua surga itu ada dua surga lagi ‪(Ar-Rahmaan: 62)‪. 



[13:28] …(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram. 

Kalau ketenteraman dan kebahagiaan bisa anda beli, berapa kira-kira harga yang pantas harus anda keluarkan agar keduanya bisa dapatkan..?? bagi saya mau rasanya mengorbankan seluruh apa yang dimiliki, berupa harta, jabatan bahkan kehormatan sebagai kompensasi ketenteraman dan kebahagiaan yang akan saya peroleh, karena pada dasarnya semuanya itu memang merupakan sarana untuk itu. Harta yang kita kumpulkan, jabatan yang kita kejar-kejar, kehormatan yang kita pertahankan dan tunjukkan kepada orang lain, bahkan anak-anak yang kita hasilkan, boleh dibilang punya muara yang sama, yaitu agar kita selalu berada dalam ketenteraman dan kebahagiaan hidup. 

Namun kehidupan yang kita lakoni punya dinamikanya sendiri, pada saat tertentu kita bisa merasakan ketenteraman dan kebahagiaan dan pada saat yang lain akan mengalami hal sebaliknya, penyebabnya bisa bermacam-macam, bahkan anehnya kedua kondisi yang bertolak belakang tersebut bisa disebabkan oleh hal yang sama. Kita bisa saja tenteram dengan harta yang kita kumpulkan, namun harta yang sama bisa mengakibatkan malapetaka dan kehancuran, atau kadang kira merasa bahagia dengan jabatan yang kita pegang, disatu saat jabatan tersebut memunculkan kesengsaraan, hmmm…keluarga dan anak-anak menjadi sumber kebahagiaan kita..?? jangan heran disaat yang lain mereka adalah sumber kegundahan hati.. 



Pertanyaan yang ‘sangat manusiawi’ sering diajukan, terutama oleh non-Muslim terhadap ajaran Islam tentang nasib mereka kelak di akherat :”Kalau saya ini orang yang selalu berbuat baik, suka menolong orang tidak peduli apapun keyakinannya, dermawan dan sering membantu fakir miskin yang kesusahan, ramah dan tidak pernah menyakiti siapapun, apakah saya akan tetap masuk neraka karena bukan seorang Muslim..??”. 

Yang pertama kali saya beritahukan adalah jawabannya adalah : saya tidak tahu, maka kalau saya menjawab bagaimana nasib dia kelak di akherat, artinya itu bukan datang dari saya, tapi dari Allah yang Maha Mengetahui, istilahnya saya hanya mengcopy-paste jawaban dari pihak lain. Yang kedua, saya juga tidak berambisi mau mempesonakan orang lain dengan jawaban yang menyenangkan, lalu harus mengarang cerita agar saya memberikan jawaban sesuai harapan orang tersebut, itu sama saja namanya dengan menipu orang, pada dasarnya merugikan orang tersebut sekalipun mungkin hatinya senang mendengar apa yang saya sampaikan.. 

Saya kutip lengkap pernyataan Allah tentang nasib orang kafir yang selama hidupnya melakukan perbuatan baik di dunia : 

Orang-orang kafir kepada Tuhannya, amal ibadah mereka laksana debu-debu yang ditiup angin kencang pada suatu hari dimana angin bertiup kencang. Mereka tidak dapat mengambil manfaat sedikitpun dari apa yang telah mereka usahakan di dunia ini. Yang demikian itu adalah kesesatan yang jauh." (QS. Ibrahim: 18) 

Dan orang-orang yang kafir amal-amal mereka itu laksana fatamorgana di tanah yang datar, yang disangka air oleh orang-orang yang dahaga. Akan tetapi ketika ia mendatangi air itu ia tidak mendapati apa-apa sama sekali. Dan ia mendapati Allah disisinya. Lalu Allah memberikan kepadanya perhitungan amal-amal dengan cukup dan Allah adalah sangat cepat perhitungannya. (QS. An-Nur: 39) 



Senin kemaren, sebagaimana kegiatan rutin saya yang tinggal di Bandung dan kerja di Jakarta, saya dan istri berangkat agak siangan ke Jakarta. Sampai di tol Cikunir jam sudah menunjukkan pukul 12 siang dan iseng-iseng kami akhirnya memutuskan untuk turun di pintu Tol Lebak Bulus mau mampir ke Pondok Indah Mall di jakarta Selatan. Tadinya sih mau jalan-jalan sambil liat –liat jadwal film kalau ada film yang menarik untuk ditonton, jadi kami bisa nonton sampai sore baru pulang ke Bintaro. Sekalian melaksanakan shalat Dhuhur dan ‘Ashar di mall, karena kami tahu Pondok Indah Mall punya musholla yang bagus dan bersih dilantai III. Setelah memarkir mobil dibasement, kami naik eskalator menuju mall. Di depan kami ada 2 orang cewek yang kelihatannya baru pulang kuliah. Satu hal yang membuat saya harus mengalihkan pandangan kearah lain adalah cara berpakaiannya. Istri saya kelihatannya punya pikiran yang sama, makanya dia berbisik :”Lihat tuh..pakai celananya ketat sekali sampai cetakan celana dalamnya kelihatan, sedangkan yang satu lagi pakai rok jeans mini…”. Kedua cewek tersebut berada di depan kami, dan karena itu adalah eskalator naik dan posisi mereka berada di atas saya, anda bisa membayangkan bagaimana gambaran yang sedang terpampang. 

Saya harus mengalihkan pandangan dan menunduk sedalam-dalamnya karena memang ada perintah dalam Al-Qur’an. Kami lalu mengambil jalan menghindar dari arah kedua cewek tersebut agar saya tidak terus-terusan ‘terganggu’ dengannya. Ternyata dijalan yang lainpun sama saja, banyak perempuan memakai pakaian seksi, tanktop, celana pendek ketat, kaos ketat buntung, dll. Akhirnya malah selama jalan-jalan di mall saya harus menunduk terus… 

Allah menyampaikan dalam Al-Qur’an [24:30] Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya”, dan sebagai seorang Muslim yang ingin sekali dikategorikan sebagai yang beriman, saya tentunya berusaha sekuat tenaga untuk mematuhinya, semata-mata karena Allah. Namun hidup dikota besar saat ini benar-benar membutuhkan perjuangan berat, bukan hanya jalan di mall, bahkan pulang kerumahpun, ketika saya mulai merebahkan diri ditempat tidur dan menyetel televisi, saya harus mengganti-ganti saluran agar bisa mendapatkan acara yang tidak membuat saya harus menjatuhkan pandangan. Selalu ada saja acara baik itu sinetron, infotainment, video clip, bahkan berita yang tidak terlepas dari wanita yang terbuka auratnya. Aturan Al-Qur’an terasa sangat menyiksa saya. Menurut saya, ini karena perempuan, baik sebagai muslimah ataupun bukan, tidak mejalankan aturan yang lainnya, yaitu : [24:31] Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya..“.



Salah satu istilah yang sering salah dimengerti orang tentang kedudukan hukum-hukum Allah yang ditetapkan-Nya bagi manusia adalah tentang dikotomi ‘hablumminallah’ dan ‘hablumminannas’, bahwa ketika mereka menyebut ‘hablumminallah’ itu berarti suatu perbuatan yang semata-mata berhubungan dengan peribadatan kepada Allah berupa shalat, puasa dan haji, sebaliknya kalau menyangkut ‘hablumminannas’ artinya suatu perbuatan yang terkait dengan sesama manusia, misalnya soal berbuat baik, hukum pidana dan perdata, aturan kesopanan berpakaian dan bertingkah-laku, hidup bertetangga, sampai kepada aturan bernegara dan bermasyarakat secara umum. 

Salah kaprah berikutnya soal kedua istilah ini adalah, tata-cara ‘hablumminallah’ sudah diatur secara baku dan tidak boleh dirobah baik bentuknya maupun waktunya, misalnya aturan shalat wajib 5 kali sehari semalam dengan rakaat yang tetap dan waktu yang tetap, puasa wajib harus di bulan ramadhan mulai dari terbit fajar sampai matahari terbenam. Sebaliknya urusan ‘hablumminannas’ merupakan tata-cara yang terkait tempat dan konteksnya, termasuk harus berpedoman kepada budaya setempat. Maka tata-cara hidup bertetangga di Arab berbeda dengan di Indonesia, bahkan ada yang berani menafsirkan aturan hukum pidana dan perdatanya juga bisa berubah-ubah sesuai nilai-nilai yang dianut pada tempat dan waktu tertentu. Lalu diambil kesimpulan hukuman potong tangan bagi si pencuri atau qishash untuk si pembunuh hanya sesuai diterapkan pada konteks jaman dahulu, sedangkan saat sekarang yang sudah menganut nilai-nilai HAM, aturan tersebut sudah tidak tepat diberlakukan. Memakai jilbab merupakan cara yang cocok dipakai dijaman Arab jahiliyah karena kedudukan wanita yang rentan dengan bahaya hegomoni kaum laki-laki, sedangkan jaman sekarang tidak diperlukan lagi karena adanya paham kesetaraan gender. 



Proses penyebaran Al-Qur'an dijaman Rasulullah bisa diibaratkan dengan memperbanyak copy-an album rekaman oleh produser kedalam kaset atau CD. Selesai lagu diciptakan maka bunyi yang dihasilkan disimpan dalam kaset/CD, digandakan lalu disebarkan ke masyarakat luas. Setiap orang memiliki kaset/CD tersebut, kalaupun ada yang tidak punya, dia bisa meminjam atau 'numpang mendengar' kaset/CD milik tetangga. Apabila rusak, maka si pemilik bisa merujuk kepada kaset/CD yang lain yang tidak rusak, jaman dulu tidak ada kaset/CD, yang ada otak manusia sebagai sarana penyimpannya. 

Selama proses perekaman kedalam kaset/CD, ada juga yang sekalian menulis lirik lagunya pada lembaran kertas, ada yang menulis 1 lirik lagu, ada yang 2 buah, ketika selesai seluruh album, ada juga yang menulis keseluruhan lirik lagu tersebut. Sekalipun keseluruhan album belum selesai namun lagu-lagu yang ada dalam album tersebut sudah diperdengarkan pada khalayak umum, menjadi 'top-hits' dan sering diperdengarkan di stasiun radio, tapi karena dulu belum ada stasiun radio, maka 'lagu' tersebut diperdengarkan di mesjid, 5 kali sehari. Orang-orang yang sudah hapal juga menyanyikannya dirumah-rumah, dinyanyikan bersama-sama, kalau ada yang salah menyanyikannya, maka pihak lain akan membetulkan. 

Ketika Rasulullah wafat, otomatis 'master kaset'nya sudah tidak ada, namun album sudah selesai dan lagu-lagu yang terdapat didalamnya sudah menyebar-luas dinyanyikan orang terus-menerus. lalu datang yang namanya Usman bin Affan, kepingin mengumpulkan lirik lagu tersebut dalam satu buku, bagaimana caranya..?? 



Kualitas dan karakter suatu puisi atau prosa atau juga tulisan yang terdapat dalam sebuah buku menggambarkan kualitas kecerdasan dan karakter orang yang menulisnya. 

Suatu ketika ditahun 70’an Panitia Lomba Mengarang Bacaan Remaja dikejutkan oleh salah satu karya peserta yang berjudul ‘Koong..’, bercerita tentang hubungan seseorang dengan burung perkututnya. Para anggota panitia tersebut mengenal gaya tulisan dari cerpen tersebut, bahwa ini sangat mirip dengan novel-novel karya Iwan Simatupang seorang sastrawan yang terkenal. Namun untuk memastikan bahwa si pengarangnya adalah Iwan Simatupang, panitia tersebut tidak berani, karena selain si pengirimnya memakai nama lain, rasanya tidak mungkin sastrawan terkenal tersebut mau mengirimkan karyanya pada lomba yang sebenarnya ditujukan untuk tingkat pemula tersebut. Setelah ditelusuri, ternyata memang benar, Iwan Simaptupang sendiri yang mengirim naskah karyanya untuk diikut-sertakan dalam lomba tersebut. 

Panitia yang mengerti dan memiliki wawasan tentang sastra akan gampang mengenal tulisan karya seseorang, karena setiap tulisan memiliki karakter tertentu yang khas dimiliki oleh si penulisnya. Bagi orang yang sering membaca majalah Tempo misalnya, dengan mudah akan bisa membedakan tulisan yang dibuat oleh Gunawan Muhammad atau Emha Ainun Nadjib di majalah tersebut sekalipun misalnya nama si pengarangnya tidak dicantumkan, minimal akan mengatakan :”Tulisan ini dan ini pasti dibuat oleh penulis yang berbeda..”. Itu perbandingan tulisan yang dibuat oleh 2 orang dengan kemampuan menulis yang hebat, apalagi kalau kita diminta untuk membedakan 2 orang, yang satu merupakan penulis berkualitas, yang lainnya orang yang ‘tidak makan bangku sekolahan’, tidak memiliki kemampuan bahasa yang baik, omongannya saja belepotan. 



Katakanlah ada seorang penulis buku, saya ambil contoh Karl Marx, dedengkot kaum komunis kelas dunia. Marx suatu ketika memiliki gagasan/ide tentang komunisme, sebagai suatu reaksi yang ada dalam pikirannya melihat ketimpangan masyarakat yang menganut paham kapitalisme yang sangat memeras dan memperalat kaum buruh. Sebelum gagasan/ide tersebut dituangkannya dalam sebuah buku yang kelak diberi judul Das Kapital, maka isi buku tersebut masih tersimpan di kepalanya, orang bilang masih dalam bentuk sinyal-sinyal listrik yang bekerja di otak Marx, belum berbentuk tulisan, huruf A, B, C, dst. Jadi kalau waktu itu kepala Karl Marx anda bedah, tidak bakalan ketemu susunan huruf tersebut disana. Sampai saatnya dedengkot komunisme ini merasa memiliki waktu dan kesempatan untuk menuangkan gagasan/ide tersebut kedalam sebuah buku, maka dia mulai menulis. Yang akan terjadi adalah gagasan/ide tersebut yang sebelumnya masih berbentuk sinyal-sinyal listrik yang ada di kepala Marx, disebarkan (saya tidak mengistilahkan : dipindahkan) ke dalam susunan huruf yang memiliki makna, membentuk kata dan kalimat, maka yang terjadi adalah gagasan/ide tersebut terkandung dan termuat dalam buku, yang diberinya judul : Das Kapital, isinya berbicara soal ide komunisme dan sosialisme sebagai reaksi dari paham kapitalisme yang mencengkeram masyarakat pada waktu itu. 

Apakah karena buku sudah mengandung gagasan/ide yang sebelumnya ada di kepala Marx tersebut, lalu kita mau mengatakan gagasan/ide yang ada dalam kepala sudah hilang..?? sudah pindah tempat ke dalam buku..?? Tentu saja tidak, gagasan/ide tersebut masih ada di kepala Marx, sekalipun dia sudah menulis dan ‘memasukkannya’ ke dalam buku. Ide tersebut disimpan dalam bentuk susunan huruf A,B,C, tersusun menjadi kata dan kalimat yang bermakna, bukan berbentuk sinyal-sinyal listrik seperti yang terdapat dalam kepala. 

Seratus lima puluh tahun kemudian, anda mendapatkan buku tersebut, katakanlah merupakan buku asli yang ditulis langsung oleh Karl Marx, lalu anda membacanya. Perlu diketahui, ketika anda membaca buku tersebut, si Marx sudah mati, maka gagasan/ide Komunisme dalam bentuk sinyal-sinyal listrik yang ada di kepalanya juga sudah lenyap, sudah padam. Anda baca bukunya, dan melalui susunan huruf yang membentuk kata dan kalimat tersebut anda lalu ‘menyerap’ makna, artinya gagasan/ide yang dikandung dalam susunan huruf tersebut telah ‘tersebar’ ke dalam otak anda, lalu gagasan/ide tersebut disimpan dalam bentuk sinyal-sinyal listrik. Membaca dan memahami diartikan anda sedang melakukan interaksi dengan si pemilik gagasan/ide tersebut, maka sekalipun Karl Marx sudah mati dan bukunya masih ada, anda tidak dikatakan sedang berinteraksi dengan buku, namun sedang melakukan ‘koneksi’ dengan si pengarangnya. 



Sebagian orang bertanya tentang adanya hadits Rasulullah yang menyatakan ‘Tak seorangpun diantara kalian dimasukkan oleh amalnya ke dalam surga dan tidak pula diselamatkan dari neraka begitu pula aku, kecuali dengan rahmat dari Allah’, padahal pada ayat-ayat Al-Qur’an banyak disebut kalau surga diperoleh dengan iman dan amal saleh. Selama ini tuduhan yang dialamatkan kepada umat Islam, mereka dicitrakan sebagai sekelompok orang yang sedang menghitung-hitung amal saleh yang dilakukan, apakah sudah memenuhi syarat untuk masuk surga atau belum, ibaratnya sopir angkot yang sudah ditetapkan target oleh juragannya, lalu ketika target sudah tercapai maka si juragan ‘tidak punya pilihan lain’ untuk memberi hadiah atas prestasinya. Hadits ini mementahkan anggapan tersebut, baik berupa tuduhan dari pihak non-Muslim maupun bagi kalangan Muslim yang memang punya pemahaman demikian. Rasulullah jelas menyatakan ‘bukan amal saleh kita yang akan memasukkan kita ke dalam surga’. 

Lalu bagaimana hubungan hadits tersebut dengan ayat-ayat Al-Qur’an yang menyatakan surga itu diperuntukkan bagi hamba-Nya yang beriman dan beramal saleh. Kita tidak perlu membahas soal syarat keimanan karena pikiran logis sudah bisa menerimanya, tanpa iman tidak akan masuk surga.. 

Sekarang saya tanya, apabila diselenggarakan suatu pertandingan sepakbola, dan anda sebagai salah seorang ‘bobotoh’ atau ‘bonek’ yang ingin menikmati kegembiraan dalam stadion, menyaksikan secara langsung pertandingan tersebut, apakah anda bisa masuk stadion tanpa memiliki tiket..?? Tentu saja tidak bisa. Tiket merupakan suatu lambang yang mengandung ‘kekuasaan yang didelegasikan’ oleh pihak penyelenggara, bahwa dengan memilikinya artinya si penyelenggara memberikan kesempatan kepada anda untuk masuk stadion. Tanpa tiket, anda tidak bisa masuk stadion. Lalu untuk memperoleh tiket tersebut anda tentu saja harus punya uang, dan uang bisa anda peroleh kalau anda berusaha untuk mendapatkannya. Berikutnya anda harus antri membeli tiket tersebut, tanpa adanya usaha anda untuk mengantri maka logikanya anda tidak akan mendapatkan tiket. Maka dikatakan, tidak seorangpun bisa masuk stadion menonton sepakbola kalau tidak ada tiket, tidak peduli anda punya duit berapapun dan mengantri di tempat penjualannya mulai dari pagi. 



Supaya jangan sampai salah paham perlu saya beritahukan sebelumnya, bahwa informasi tentang hal ini bukan berdasarkan pengalaman pribadi karena saya belum pernah beranjangsana ke alam kematian, juga bukan berdasarkan cerita dari teman yang pernah travelling kesono. Setahu saya belum pernah ada seorangpun yang pernah jalan-jalan ke alam barzakh, lalu kembali lagi menceritakan pengalamannya. Semua informasi berdasarkan apa yang diberitahukan Allah dan Rasul-Nya lewat Al-Qur’an dan Hadits. 

Titik awal manusia bersinggungan dengan alam kematian diistilahkan oleh ajaran Islam sebagai ‘sakharatul maut’, suatu kondisi dikatakan hidup, tapi sudah tidak hidup lagi karena jasad sudah tidak berfungsi, dibilang mati juga belum karena belum dimasukkan ke alam barzakh, tempat roh, atau jiwa, atau apapun istilahnya, menunggu sampai nanti dibangkitkan di akherat. Makanya dalam kondisi ini, sekalipun dikatakan belum masuk ke alam barzakh, namun segala perhitungannya sebagai manusia sudah tidak berlaku lagi, taubat sudah tidak diterima karena pintu kehidupan sudah ditutup. 

Al-Qur’an menyatakan disaat itulah Allah membukakan tabir alam ghaib, orang-orang bertaqwa mampu melihat ribuan malaikat turun mendekati, mengelilingi, dan berucap :”Jangan takut, jangan sedih dan khawatir, bergembiralah dengan surga yang telah dijanjikan Allah, didalamnya kamu akan mendapatkan segala apa yang kamu inginkan”, lalu para malaikat tersebut menyampaikan tugasnya :”Kami menjadi pelindungmu..”. Ternyata dalam keadaan sakharatul maut, seorang yang bertaqwa sudah diberitahukan tentang nasibnya kelak di akherat, bahwa dia akan dimasukkan kedalam surga. Bisa dibayangkan bagaimana perasaan kita kalau diberitahukan :”Nanti kamu akan dapat hadiah..”, sekalipun hadiah belum ditangan namun perasaan senang dan bahagia pasti sudah muncul. 



Beberapa tahun lalu tersebar di internet foto-foto ‘sebuah’ mayat yang baru dibongkar dari kubur. Ceritanya itu adalah jenazah seorang anak muda yang masih segar, normal dan mulus. Karena ayah si pemuda tersebut meragukan hasil diagnosa penyakit yang menyebabkan anaknya meninggal, maka mereka memutuskan untuk menggali kembali kuburan si anak muda 3 jam setelah dilakukan pemakanannya. Yang ditemukan ternyata sangat mengejutkan, bisa dilihat dari foto-fotonya. Mayat si anak menjadi rusak, diilustrasikan dengan kalimat ‘tampak jelas bekas siksaan dan pukulan yang amat keras dan dengan tulang-tulang kaki dan tangan yang hancur begitu juga ujung-ujungnya sehingga menekan ke badannya, seluruh badan dan mukanya memar, matanya yang terbuka memperlihatkan ketakutan, kesakitan dan keputus-asaan’. Lalu dikatakan bahwa itulah bukti adanya siksa kubur. Saya berpikir sungguh luar-biasa siksa kubur ini, sampai bikin mayat babak-belur seperti itu. 

Kisah saya pindahkan ke sebuah museum di Mesir yang menyimpan mayat Fir’aun Ramses II yang diceritakan sebagai Fir’aun yang hidup dijaman nabi Musa, ditenggelamkan Allah dilaut pada peristiwa eksodus kaum Yahudi. Si Fir’aun ini tercatat dalam Al-Qur’an sebagai model manusia yang sangat ingkar kepada Allah, menyatakan dirinya sebagai Tuhan dan menyiksa kaum Yahudi. Kalau diperbandingkan dosa-dosa si Fir’aun dengan dosa anak muda tadi, saya yakin kelakuan anak muda tersebut tidak ada apa-apanya. Ternyata mayat Fir’aun tersebut tidak disiksa seperti yang dialami si anak muda tadi. Mayatnya ‘tidur manis’ dalam ruang museum, utuh ribuan tahun, terbaring dalam ruang yang nyaman ber-A/C. Tidak ada bekas-bekas babak-belur dihajar malaikat di dalam kuburnya selama ribuan tahun tersimpan dibawah piramida. Apakah Fir’aun tersebut tidak mengalami siksa kubur..?? 



Ayat Al-Qur’an yang menyatakan bentuk antropomorfisme dari Allah sudah menjadi perdebatan sengit dari jaman dahulu, terutama antara kelompok Mu’tazilah dan Asy’ariyah. Kita bisa menemukan pernyataan Al-Qur’an bahwa Allah memiliki al-'ain (telinga), al-wajh (wajah), dan al-yad (tangan) disamping juga Dia dikatakan al-istiwa' (bersemayam) diatas ‘arsy. Kaum Asy’ariyah mengartikan penjelasan ini apa adanya namun dengan ketentuan ‘tidak diketahui bagaimana’ (bila kaifa), maksudnya mereka menerima bahwa Allah mempunyai wajah, tangan, dan bersemayam diatas ‘arsy, namun jangan berpikiran bagaimana bentuknya, memperbandingkan dengan wajah, tangan, telinga yang terdapat pada makhluk, juga jangan membayangkan posisi Allah bersemayam dengan membandingkan seorang raja bersemayam di singgasananya. 

Untuk memperjelas soal kata ‘wajah, tangan, bersemayam’ ini bisa saya kemukakan kata yang sama dan dipakai dalam kalimat dengan kondisi yang berbeda. Kita mengenal kata ‘wajah peradaban Barat’ misalnya yang menjadi judul buku karangan Adian Husaini, atau juga istilah ‘wajah kemiskinan ibukota’, atau juga ‘tangan kekuasaan’, dll. Sekalipun memakai kata yang sama namun jangan diartikan kata ‘wajah’ yang dimaksudkan dalam kalimat ‘wajah peradaban Barat’ sama bentuknya dengan wajah manusia yang punya mata, hidung, mulut, alis, jidat, dll. Demikian juga kalau kita bicara soal ‘tangan kekuasaan’, jangan diartikan seperti tangan manusia yang punya jari, kuku, telapak, dll. Bentuknya tentu saja harus disinkronkan dengan eksistensi sesuatu yang disandangnya.