Loading

Jumlah Kunjungan

Artikel Terbaru MMT

Facebook Arda Chandra

Powered by Blogger.

Suatu pertanyaan bisa kita munculkan tentang reaksi sebagian umat Islam terhadap gerakan amar makruf nahi munkar yang dilakukan oleh umat Islam lainnya : mengapa mereka begitu sensitif menolak adanya bagian-bagian dari internal Islam yang berusaha mengajak kepada kebaikan dan berjuang menolak kemungkaran yang ditemukan dilingkungan sekitar. Sebenarnya secara umum tidak ada seorangpun yang mempermasalahkan tindakan ‘amar makruf - ’nya – mengajak kepada kebaikan – karena hal tersebut sama sekali tidak akan mengganggu pihak yang dituju, orang lain tentu saja dipersilahkan datang untuk mengajak kita kepada kebaikan, dan kita sendiri punya kebebasan untuk menerimanya atau mengabaikannya. 

Masalahnya muncul ketika tindakan tersebut berbentuk ‘nahi munkar’ – mencegah kemungkaran. Disini terjadi benturan dengan hak individu, hak azazi manusia, dan segala macam hak-hak yang lainnya. Kemungkaran dalam ajaran Islam tidak hanya berbentuk suatu perbuatan yang merugikan orang lain, misalnya seperti perampokan dan pencurian, penipuan, korupsi, dll, tapi juga dalam bentuknya yang merugikan diri sendiri, misalnya seorang Muslim yang tidak mengerjakan ibadah wajib seperti shalat, puasa, zakat, atau juga perbuatan dosa yang tidak merugikan pihak lain, mabuk alkohol, berzina. Semua bentuk kemungkaran tersebut merupakan tindakan yang wajib diberantas dan diluruskan oleh setiap Muslim, karena kalau terjadi kelalaian dan pembiaran maka umat Islam yang ada disekitar akan ikut menerima getahnya di akhirat kelak, sekalipun dia seorang Muslim yang rajin beribadah dan selalu berbuat baik. Mana dalilnya yang mengatakan demikian..?? semua orang Islam pasti hapal dengan ayat ini : 

Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan saling berwasiat tentang kebenaran dan saling berwasiat tentang kesabaran. (al-Asr 1-3) 

Kerugian yang kita alami tidak cukup hanya diselesaikan dengan beriman dan beramal saleh saja. Kewajiban berikut memiliki 2 arah, ketika kita diharuskan untuk saling menasehati agar mentaati kebenaran, maka itu adalah bentuk perintah kepada seorang Muslim untuk berbuat kepada orang lain, dan ketika dikatakan saling menasehati dalam kesabaran maka itu perintah yang ditujukan bagi diri sendiri dalam menjalankan perintah yang pertama. Kesabaran memang dibutuhkan melakukan amar makruf nahi munkar karena kemungkinan besar terjadi penolakan dan konflik. 

Kalau dicermati, dasar yang menjadi penolakan pihak yang tidak setuju dengan tindakan nahi munkar memang terlihat masuk akal. Pertama, urusan berbuat dosa merupakan urusan pribadi seseorang dengan Tuhan, sepanjang tidak menimbulkan kerugian buat pihak lain, apa hak anda untuk mencegah saya..?? Kedua, Anda mau mencegah saya berbuat dosa..? apa anda sudah bersih dari dosa, apa anda ini malaikat, apa anda bukan orang yang juga melakukan dosa sama seperti saya..?? Uruslah diri sendiri sebelum mengurus orang lain… 

Pernyataan seperti ini muncul karena sebagian umat Islam mengikuti kerangka berpikir yang datang dari nilai-nilai diluar Islam, adanya hak individu yang tidak bisa diganggu-gugat orang lain, termasuk dalam urusan berbuat dosa. Setiap manusia bertanggung-jawab terhadap dirinya sendiri, maka sepanjang perbuatannya tidak merusak dan mengganggu orang lain, tidak ada satupun pihak yang diberi wewenang untuk mencegahnya kecuali diri sendiri. Orang lain silahkan saja memberi nasehat dan masukan ke arah kebaikan, namun kekuasaan untuk menentukan apakah kemungkaran tersebut diteruskan atau dihentikan ada pada pihak yang bersangkutan. Paradigma tersebut menempatkan nilai-nilai sosial yang diajarkan agama dimasukan ke wilayah pribadi. Islam tidak mengajarkan demikian. Tentu saja soal pertanggung-jawaban dosa merupakan urusan sendiri-sendiri dihadapan Allah, namun pihak lain juga punya tanggung-jawab sosial untuk mencegah dosa yang dilakukan individu lain. Dosa yang ditanggung bukan berasal dari perbuatan orang tersebut, tapi berasal dari sikap yang tidak menjalankan kewajiban sosialnya mencegah kemungkaran. Kalau anda mengakui diri sebagai pengikut Islam, maka memang kewajiban tersebutlah yang mesti anda ikuti. 

Lalu tentang setiap orang tidak bersih dari dosa. Ayat tersebut memakai kata ‘tawaashau’ yang menunjukkan suatu perbuatan timbal-balik sehingga diartikan : saling mewasiatkan, saling menasehati. Ini menunjukkan bahwa pihak yang melakukan pencegahan terhadap kemungkaran memang diakui bukan sebagai orang yang bebas dari dosa, atau menganggap dirinya malaikat, karena dia juga berposisi sebagai pihak yang terkena tindakan tersebut. Artinya ketika anda didatangi orang lain yang menghadang perbuatan kemungkaran yang anda lakukan, maka anda juga punya kewajiban yang sama, mencegah orang lain tersebut ketika dia melakukan kemungkaran, kewajiban ada pada kedua belah pihak. Jadi tidak benar kalau dikatakan dalam dunia Islam ada pihak yang berperan sebagai polisi dan ada pihak lain sebagai penjahat. Anda digrebek FPI karena berbuat maksiat, maka anda juga memiliki kewajiban untuk menggerebek FPI ketika mereka melakukan kemungkaran. Anda takut karena FPI lebih galak dan lebih kuat..?? cari teman lain yang lebih galak dan lebih kuat dari FPI. Setiap perbuatan yang dilandasi kemaksiatan akan membuat si pelakunya lemah, itu sudah hukum alam.. 

Sekarang kita bisa tanya diri sendiri :”Mengapa saya sampai memakai nilai-nilai yang bukan berasal dari kerangka berpikir Islam tersebut..?? Mengapa saya tidak sudi pihak lain mengganggu urusan pribadi saya dalam berbuat dosa..?? Mengapa saya sampai mengatakan pihak lain yang berusaha mencegah kemungkaran sebagai orang yang sok suci dan sok jadi malaikat..??”. Menurut saya, prinsip tersebut anda pegang karena anda memang ingin melakukan perbuatan dosa dengan ‘nyaman’ dan leluasa tanpa gangguan dari lingkungan anda. Anda adalah orang yang ‘bermental baja’, tidak takut dengan siksaan Allah yang akan anda terima kelak di akhirat, padahal itu pasti anda terima. Tidak bisa lain, sikap tersebut muncul karena anda bukanlah termasuk orang yang bertaqwa. Kalau anda termasuk orang yang bertaqwa kepada Allah dan yakin terhadap hari akhirat, maka seharusnya anda malah mengundang pihak lain untuk meluruskan dan mencegah perbuatan maksiat dan kemungkaran yang mungkin anda lakukan, anda akan memanfaatkan pihak lain tersebut untuk menjaga diri anda agar tidak tersesat. Bukankah dalam pembukaan surat al-Baqarah, Allah menyampaikan ciri-ciri orang yang bertaqwa, yaitu : 

..serta mereka yakin akan adanya hari akhirat – wabil aakhiraati hum yuuqinuun..


0 komentar: