Loading

Jumlah Kunjungan

Artikel Terbaru MMT

Facebook Arda Chandra

Powered by Blogger.

Ketika kita berbicara tentang istilah ‘ummi’ yang disematkan kepada Rasulullah maka fokus perdebatan biasanya bermuara kepada beberapa hal. Umumnya pihak non-Muslim akan menyatakan dan mempertanyakan kebenaran seorang nabi Muhammad yang ‘ummi’, mereka mengartikan kata ini dengan ‘tidak bisa baca tulis’ alias ‘buta huruf’. Dilihat dari sejarah hidup beliau rasa-rasanya tidak mungkin nabi Muhammad merupakan orang yang buta huruf. Beliau adalah ‘manager’ yang sukses mengelola perusahaan milik Siti Khadijah, berinteraksi dengan masyarakat sampai ke negeri Syam, mosok tidak ada niat sedikitpun untuk membaca tulisan-tulisan yang ditemuinya dipasar-pasar..? Boleh jadi Rasulullah memang tidak bisa baca-tulis sampai usia tertentu, lalu koq bisa tetap ngotot untuk tidak belajar membaca dan menulis sampai akhir hayatnya..?, Lha..mbok-mbok pembantu rumah-tangga saja bisa melek huruf dengan mengikuti Kejar paket A atau B, bagaimana mungkin Rasulullah mau ‘memandegkan diri’ untuk tidak belajar sampai tua..? 

Motivasi non-Muslim mengajukan hal ini setahu saya bertujuan untuk membuktikan bahwa dengan kemampuan Rasululah yang bisa membaca dan menulis, maka terbuka kemungkinan Al-Qur’an adalah merupakan karangan beliau, yang ditulis berdasarkan referensi yang pernah dibaca dari kitab-kitab yang ada. “Arahan moncong senjata’ selanjutnya bisa ditebak, akan ada ‘masukan-masukan’ tentang nabi Muhammad yang sering nongkrong di perpustakaan milik Waraqah bin Naufal, seorang Kristen yang hidup dijaman itu, yang dikatakan oleh hadist telah menerjemahkan kitab Injil kedalam bahasa Arab. Berdasarkan hasil kunjungan ke perpustakaan inilah Rasulullah kemudian memunculkan ide tentang ajaran Islam dan Al-Qur’an, begitu perkiraan ‘input’ yang akan diberikan. 

Sebaliknya pihak Muslim menolak keras tuduhan ini, mereka bersikukuh menyatakan bahwa Rasulullah yang ‘ummi’ artinya tidak pernah sekalipun bersentuhan dengan tulisan ataupun bacaan, agar keyakinan tentang kemurnian Al-Qur’an sebagai wahyu Allah bisa dijaga. 


Pernah seorang pelukis terkenal bercerita, suatu saat pikirannya buntu, inspirasi untuk membuat sebuah lukisan tidak muncul-muncul juga. Ketika dia memandang cat yang tergeletak diatas meja, dia melihat banyak cat yang berwarna emas dan perak yang masih tersisa karena memang jarang dipakai dalam lukisan-lukisan yang dia buat. Untuk mengisi kekosongan ide, dia lalu memanfaatkan cat tersebut, menggores-gores kanvas dengan sebebas-bebasnya, mencampur –aduk warna sesuka hati sehingga akhirnya mewujudkan suatu lukisan abstrak dengan perpaduan warna emas dan perak yang ruwet. Begitu selesai, kebetulan datang seorang kenalan berkunjung, temannya tersebut seorang direktur perusahaan metalurgi, tentu saja orang kaya. Ketika dia melihat hasil lukisan, sang direktur ini terkesan, lalu dia duduk didepannya memandang lukisan berlama-lama, merenung dan melamun. Ujung-ujungnya, akhirnya dia membeli lukisan yang belum kering dan belum ditanda-tangani tersebut dengan harga tinggi, tanpa menawar-nawar lagi. Si pelukis bercerita kepada saya sambil nyengir :”Saya buru-buru mencantumkan tanda tangan, dan sampai sekarang saya tidak mengerti sebenarnya waktu itu saya lagi bikin lukisan apa..”. 

Sulit memang mengukur nilai keindahan suatu hasil karya seni, baik dibidang satra, lukisan, lagu, tari. Pelukis Basuki Abdullah berantem terus dengan Affandi sampai tua terkait soal ini. Dalam pandangan Basuki Abdullah, nilai keindahan suatu lukisan terletak pada goresan garis dan warna yang harus sesuai yang nampak, bahkan harus terlihat ‘lebih indah dari aslinya’. Makanya ibu-ibu pejabat paling suka dilukis oleh beliau, yang gembrot bakalan terlihat langsing, yang mukanya ‘jutek’ terlihat berseri-seri dan ramah. Beda lagi dengan Affandi, pelukis ini justru menilai keindahan berasal dari ekspresi yang bisa ditangkap dan dituangkan dalam warna, bukan dari bentuk fisik yang terlihat. Makanya gambar seseorang yang dilukis Affandi bakalan ‘rusak berat’, termasuk ketika dia melukis gambar mukanya sendiri.