Loading

Jumlah Kunjungan

Artikel Terbaru MMT

Facebook Arda Chandra

Powered by Blogger.

Perkembangan pendekatan marketing dalam dunia bisnis memiliki proses yang bisa dijelaskan secara runtut, ini bisa anda temukan dalam buku 'Marketing Warfare' karangan Al Ries dan Jack Trout. Awal mulanya adalah 'product oriented' ketika produsen menghasilkan barang semata-mata berpedoman kepada kemampuan dan pilihan mereka membuat produk. Dulu ada ungkapan sebuah pabrik mobil di Amerika Serikat ' anda boleh memilih mobil dengan warna apapun asal hitam', karena mereka hanya memproduksi mobil berwarna hitam. Fase selanjutnya kecenderungan mulai beralih menjadi 'customer oriented', produksi mulai disesuaikan dengan selera customer. Mulai ada diversifikasi produk, jenis kemasan yang berbeda. Sekarang masanya 'competitor oriented', bahwa sepak terjang pemasaran produk terkait dengan apa yang dilakukan pesaing.

Pendekatan terakhir ini banyak diadopsi dari strategi perang, ada model ofensif, defensif, memanfaatkan ceruk dan melakukan gerilya, tergantung bagaimana posisi dan sumber daya suatu perusahaan terhadap kompetitornya. Pada dasarnya 'competitor oriented' memang bermain dalam tataran persepsi, pertarungan ada dalam kepala customer. Ketika anda datang ke sebuah toko atau supermarket, terpaku dihadapan rak barang-barang, apa yang ada dalam pikiran anda ketika menggerakkan tangan memilih Coca Cola dan bukan Pepsi Cola..? Mengapa anda lebih memilih produk yang lebih mahal dibandingkan yang murah..?Keputusan anda sebenarnya sudah dikondisikan melalui pencitraan jauh sebelumnya lewat iklan, promosi tersebut yang bekerja mempengaruhi persepsi sehingga anda mengambil sesuatu untuk dibeli.

Coca Cola merupakan produk yang muncul lebih dahulu, ketika beberapa tahun kemudian terjadi 'generation gap' karena penggemar minuman ini sudah menjadi orang-tua yang hidup mapan. Pepsi lalu muncul melakukan serangan dengan jargon 'The Choice of New Generation' dengan memakai Michael Jackson sebagai ikon, berusaha mempersepsikan bahwa peminum Coca Cola adalah generasi tua yang sudah ketinggalan jaman, sekarang masanya untuk generasi baru yang energik dan berpikiran maju. Di dalam negeri ada kampanye 'orang pintar minum Tolak Angin', lalu dibalas dengan 'Orang bejo minum Bintang Toedjoe' dengan memakai sosok yang lugu dan naif seperti Butet Kertaradjasa.

Ternyata dalam kampanye di dunia politik juga berlaku perang pemasaran karena prinsipnya sama, yaitu bermain pada tataran persepsi masyakarat, pertarungan ada dalam pikiran orang banyak. Strategi marketing dan pencitraan diadopsi untuk mengangkat dan menjatuhkan. Jadi yang selama ini anda terima tidak semata-mata muncul dari kejujuran si calon, melainkan sudah merupakan hal yang diciptakan 'by design'. makanya bermunculan lembaga survey, perusahaan public relation, ahli komunikasi politik, yang bekerja untuk itu. Mereka adalah orang-orang profesional dan banyak yang menimba ilmu dari dunia barat khususnya dalam urusan memanipulasi informasi. Kita ingat dulu ketika PDI dibawah ketuanya Suryadi memposisikan diri mereka sebagai 'partai anak muda' untuk melawan Golkar yang diisi oleh pejabat-pejabat yang sudah hidup mapan, mirip pertarungan Coca Cola dan Pepsi. Pada pilpres terakhir juga muncul sosok Jokowi yang lugu dan ndeso melawan Prabowo yang mapan, keturunan keluarga terhormat lengkap dengan sikap militernya yang masih kental. Tidakkah anda melihat pola yang sama dengan perang obat masuk angin 'orang pintar vs orang bejo'..? Semua kampanye tersebut kalau diteliti memiliki konsultan-konsultan komunikasi politik dibelakang mereka.

Berkaitan dengan populasi penduduk Indonesia yang mayoritas beragama Islam, maka faktor ini sejak dahulu menjadi point yang 'sexy' untuk diolah dan dimanipulasi. Sebagian kelompok memakai jargon Islam untuk meraup simpati masyarakat, sebagian yang lainnya mengeluarkan jurus 'tidak masalah pemimpin kafir asal jujur', lalu otak kita akan diarahkan dengan informasi-informasi yang mendukung masing-masing pihak. Kesalahan pihak lawan menjadi hal yang bagus untuk diblow-up, termasuk memakai ilmu sesat logika dengan menggeneralisir, satu-dua orang jadi koruptor maka dipersepsikan semua pihak lawan adalah koruptor.

Semua yang kita hadapi saat ini tidak bisa dilepaskan dari kegiatan marketing warfare, jangan terlalu bermimpi soal kejujuran karena memang sudah bukan jamannya lagi..


0 komentar: