Loading

Jumlah Kunjungan

Artikel Terbaru MMT

Facebook Arda Chandra

Powered by Blogger.

Menarik untuk mencermati dan mendalami fatwa salah satu lembaga Islam di Mesir tentang kebolehan memilih pemimpin kafir dikalangan umat Islam : Lembaga Fatwa Mesir (Darul Ifta’ al-Mishriyyah) mengeluarkan fatwa pada 12 Oktober 2016 tentang bolehnya pemimpin non muslim dan perempuan.

“Konsep penguasa/pemegang wewenang (al-hakim) dalam negara modern telah berubah. Dia sudah menjadi bagian dari lembaga dan pranata (seperti undang-undang dasar, peraturan perundang-undangan, eksekutif, legislatif, yudikatif) yang ada, sehingga orang yang duduk di pucuk pimpinan lembaga dan institusi seperti raja, presiden, kaisar atau sejenisnya tidak lagi dapat melanggar seluruh aturan dan undang-undang yang ada. Maka itu, pemegang jabatan dalam situasi seperti ini lebih mirip dengan pegawai yang dibatasi oleh kompetensi dan kewenangan tertentu yang diatur dalam sistem tersebut. Pemilihan orang ini dari kalangan Muslim maupun non Muslim, laki-laki maupun perempuan, tidak bertentangan dengan hukum-hukum syariah Islam, karena penguasa/pimpinan ini telah menjadi bagian dari badan hukum (syakhsh i’itibari/rechtspersoon) dan bukan manusia pribadi (syakhsh thabi’i/natuurlijke persoon).”

Ketika kita coba untuk mengaplikasikan fatwa ini dalam kehidupan politik nyata dalam sistem negara modern, maka terlihat bahwa justru kebolehan untuk mengangkat pemimpin kafir oleh umat Islam ini akan lebih aman dilakukan di negara yang sudah memakai aturan syariah, dan akan berbahaya kalau diterapkan untuk negara seperti Indonesia ini.

Mari kita berpikir...

Apabila suatu negara sudah menjadikan syariat Islam dan nilai-nilai Islam sebagai landasan kehidupan politik dan sosialnya, maka berdasarkan fatwa tersebut si pemimpin, apakah itu presiden, gubernur, sampai ke bupati, camat dan walikota, mereka akan diikat oleh aturan Islam dan tidak bisa keluar dari rambu-rambu nilai Islam. Sekalipun misalnya orang kafir yang dipilih menjadi pejabat, tidak ada masalah dan membahayakan kehidupan umat Islamnya. Semuaprogram kerja, proyek pembangunan, pengembangan sistem pendidikan, agama, dll pasti akan sesuai dengan ajaran Islam.

Sedangkan apabila fatwa tersebut diterapkan dalam negara seperti Indonesia, dengan sistem nilai terbuka, bisa dimasuki oleh nilai-nilai ajaran agama apapun, kebolehan untuk memilih pemimpin dari kalangan kafir akan berpotensi membahayakan kehidupan umat Islamnya. Bisa terjadi anggota legislatifnya terdiri dari orang kafir yang ironisnya dipilih oleh rakyatnya yang Islam, lalu membuat undang-undang yang bertentangan dengan nilai Islam, lalu eksekutifnya juga orang kafir yang menjalankan aturan non-Islami tersebut.

Bisa terjadi munculnya ketentuan untuk membolehkan perjudian dan kompleks pelacuran dengan alasan yang dikesankan masuk akal, bisa terjadi kelonggaran untuk peredaran khamar yang menurut aturan agama lain tidak diharamkan, lalu pemimpin eksekutifnya menjalankan ini sesuai aturan hukumnya. Ini menimbulkan potensi bahaya terhadap Islam.

Maka dalam negara yang memiliki sistem terbuka seperti di Indonesia ini justru umat Islamnya harus menyelamatkan diri dengan cara mematuhi ajaran Islam soal larangan menjadikan kafir sebagai pejabat publik disektor dan ditingkat manapun, sesuai Al-Maidah 51, tetap berpegang teguh dengan rambu-rambu yang diberikan Allah tersebut.

Pilihlah anggota legislatif yang punya wewenang untuk menghasilkan undang-undang dari kalangan Muslim, pilihlah presiden, gubernur, bupati, walikota, camat bahkan ketua RT sekalipun dari kalangan sesama Islam, agar kehidupan keagamaan anda bisa terjamin.

Keberpihakan kita terhadap aturan Islam tidak bisa dikatakan telah membatasi atau juga berlaku tidak adil kepada warga negara lain yang tidak seagama. Mereka tentu saja tidak dilarang untuk memilih saudara seiman mereka, orang kafir tidak dihalangi untuk memakai hak suara mereka untuk memilih sesama kafir menjadi presiden, gubernur, dll.

Karena pada akhirnya dalam sistem demokrasi, keputusan diambil berdasarkan suara mayoritas, semua pihak harus mematuhi dan mengakui apapun hasilnya..


0 komentar: