Loading

Jumlah Kunjungan

Artikel Terbaru MMT

Facebook Arda Chandra

Powered by Blogger.

Salah satu titik perbedaan paham dikalangan Islam terkait larangan memilih pemimpin kafir seperti yang dimuat dalam QS 5:51 adalah soal pengertian kata 'awliya'. Banyak sudah pendapat para ulama ketika kata ini diimplementasikan kedalam struktur jabatan dalam sistem kepemimpinan negara modern. Ada yang mengatakan larangan tersebut berlaku untuk pemimpin umat atau khalifah, sedangkan pimpinan pada tingkatan dibawahnya diperbolehkan, seperti jabatan gubernur, menteri, bupati, walikota, camat, lurah, dst, sampai kepada titik ekstrim lain yang menyatakan bahkan untuk sekelas ketua RT saja diharamkan untuk dipilih.

Sebaliknya dipihak non-Muslimpun muncul 'ejekan' soal larangan ini misalnya ketika mereka memuat berita kesebelasan PSSI, menunjuk Boaz Salossa yang beragama Kristen menjadi kapten tim, lalu disampaikan kalimat yang meledek :" Pemain Muslim harus protes bedasarkan Al-Maidah 51 dan harus menolak pemimpin kafir..", sampai kepada kebingungan dikalangan umat Islam sendiri ketika mereka harus menghadapi kenyataan guru di sekolah, atasan di kantor, teman akrab, adalah orang-orang yang berbeda agama.

Perlu dijelaskan bahwa ketentuan Allah tentang larangan memilih pemimpin dari kalangan orang kafir ini terkena kepada umat Islam yang memang memiliki hak untuk memilih, sesuai aturan yang berlaku. Dalam pemilu, pilpres, pilkada, masing-masing individu punya hak untuk memilih, maka larangan tersebut berlaku untuk individu. Sedangkan kepala sekolah, jabatan guru, jabatan di kantor, dll bukan dipilih melalui suara terbanyak dalam pemilihan umum, kepala sekolah diangkat oleh pemerintah daerah, manager di kantor ditunjuk oleh pemilik perusahaan ataupun direksi, kapten tim sepakbola ditentukan oleh pelatih dan manager tim. jadi tidak relevan kalau seorang Muslim harus diminta pertanggung-jawabannya dalam penentuan orang yang harus mengisi posisi ini.

Lalu soal penafsiran kata 'awliya', jabatan seperti apa yang sebenarnya bisa dikategorikan sebagai awliya..? apakah presiden, gubernur, bupati, ketua RT, manager di kantor, kepala sekolah..?

Kita mendapatkan salah satu ayat yang memuat kata ini misalnya dalam QS 60:1

yaa ayyuhaa alladziina aamanuu laa tattakhidzuu 'aduwwii wa'aduwwakum awliyaa-a
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil musuh-Ku dan musuhmu menjadi teman-teman setia,

dalam ayat ini kata 'awliya' diterjemahkan dengan 'teman' atau 'teman setia', jadi dalam kondisi orang kafir tersebut merupakan orang yang bersikap memusuhi Allah dan umat Islam, jangankan dijadikan pemimpin, bahkan untuk menjadi temanpun dilarang.

Maka ketika diimplementasikan dalam struktur hirarki kekuasaan dalam negara modern, kata 'awliya' sebenarnya tergantung kepada job description dari jabatan, apakah posisi atau jabatan tersebut memiliki hak dan wewenang yang berpengaruh terhadap kehidupan keagamaan kita. dan ini bisa saja tidak sama antara satu negara dengan negara lain, antara satu wilayah dengan wilayah lain. Untuk negara tertentu misalnya jabatan presiden bisa memiliki wewenang dan kekuasaan yang besar, namun bagi negara lain presiden hanyalah simbol yang tidak punya kekuatan apa-apa, bagi satu daerah pak ketua RT hanyalah sebatas pejabat administrasi, bagi wliayah lain jabatan ini sangat berpengaruh ternasuk mengatur kehidupan beribadah dan beragama didaerahnya.

Sepanjang pejabat tersebut punya kekuasaan yang berkaitan langsung dengan kehidupan dan keamanan beribadah anda, maka haram hukumnya untuk memilih mereka sebagai pemimpin. Apalagi kalau calon pemimpin tersebut ternyata orang yang sudah jelas-jelas memusuhi Islam, menghina Al-Qur'an dan ulama, berkelakuan buruk mencampuri urusan internal umat Islam, jangankan dipilih menjadi pemimpin, dijadikan teman setiapun dilarang seperti yang dimuat dalam QS 60:1 diatas..


0 komentar: