Loading

Jumlah Kunjungan

Artikel Terbaru MMT

Facebook Arda Chandra

Powered by Blogger.

Saya baca di medsos, masih banyak orang, termasuk dari kalangan Muslim sendiri yang menyatakan bahwa larangan memilih orang kafir sebagai awliya dari kaum Muslim berbeda dan tidak bisa diperbandingkan dengan aturan mengharamkan makan babi ataupun larangan meminum khamar. Alasannya disebutkan karena soal pertama itu sifatnya multi tafsir dan para ulama berbeda pendapat dalam memfatwakannya, sebagian bilang tidak boleh yang lain mengatakan diperbolehkan. Beda halnya dengan aturan mengharamkan makan babi dan meminum khamar, semua ulama sepakat soal ini, tidak ada perbedaan pendapat.

Apakah memang demikian..?

Didalami penafsiran ulama soal haramnya makan babi dan minum khamar, memang semuanya sependapat kalau hal tersebut merupakan larangan, tidak ada tafsir lainnya. namun aturan makan babi memiliki penjelasan lanjutan dalam Al-Qur'an yaitu diperbolehkan dalam keadaan terpaksa, disini para ulama berbeda pendapat tentang apa yang dimaksud 'keadaan yang terpaksa' tersebut karena sifatnya subjektif, tergantung siapa yang mengalami, terkait kondisi tempat dan waktu.

Bisa saja seorang Muslim masuk dalam restoran yang dia tahu kalau salah satu menunya adalah daging babi, lalu dia bilang :"Pesan makanan tidak pakai babi yaa..., karena saya Muslim..", lalu mengatakan kepada teman disebelahnya :"Yang penting saya sudah ngomong, kalau dia masih ngasih babi itu diluar tanggung-jawab saya..". lain halnya bagi Muslim yang lain, bahkan sampai sekarat mau mati kelaparanpun dia tetap tidak mau makan babi. Keadaan darurat bagi satu pihak belum tentu merupakan keadaan terpaksa bagi pihak lain.

Demikian juga soal larangan meminum khamar, semua ulama sepakat kalau meminum khamar dilarang keras dalam Islam. Namun ketika mereka menafsirkan apa yang disebut khamar terjadi perbedaan pendapat. Sebagian mengatakan alkohol itu khamar, yang lain mengatakan tidak semua minuman yang beralkohol dikatakan khamar. Satu mazhab mengatakan khamar adalah minuman yang berasal dari anggur, selain itu bukan khamar tapi disebut nabidz. Ulama juga berbeda pendapat ketika khamar dijadikan sebagai obat, ada yang mengharamkan ada yang membolehkan.

Jadi tidak benar kalau dikatakan aturan Allah soal makan babi dan meminum khamar tidak punya perbedaan tafsir, namun memang perbedaan tersebut bukan terkait soal larangannya, tapi tentang kondisi darurat dan mendefinisikan objeknya.

Sama halnya dengan aturan Allah yang mengatakan 'jangan menjadikan orang kafir sebagai awliya bagi kaum Muslim'. Semua ulama tidak punya perbedaan pendapat soal ini, bahwa ayat ini merupakan larangan, sama halnya dengan pendapat mereka soal larangan makan babi dan minum khamar diatas. larangan ya larangan, pengertiannya cuma satu itu saja. Para ulama hanya berbeda pendapat tentang apa yang dimaksud 'keadaan darurat' dan juga ketika mendefinisikan objeknya, apa yang dikategorikan sebagai awliya tersebut. Silahkan anda telusuri pendapat ulama yang membolehkan kaum Muslim mengangkat awliya dari kalangan kafir, pasti ujung-ujungnya akan terkait dengan soal ini, kalau tidak dalam keadaan darurat, pasti mereka mengatakan posisi jabatan tersebut tidak termasuk awliya seperti yang dimaksud dalam Al-Qur'an.

Soal ini sifatnya subjektif, setiap orang punya pemahaman yang berbeda tentang apa yang disebut dengan kondisi darurat, juga punya definisi yang tidak sama terkait jabatan dan posisi kekuasaan. sama saja dengan ketika ulama mencoba memahami larangan soal keadaan darurat membolehkan memakan babi dan mendefinisikan khamar.

Jadi kalau masih ada yang mengatakan 'analogi larangan-larangan tersebut tidak relevan, maka kita bisa mengatakan itu sangat relevan dan sudah diperbandingkan 'apple to apple'.

Tinggal semuanya berpulang kepada anda sendiri. Apakah ketika menghadapi situasi pilkada yang menyodorkan pilihannya seorang kafir, anda akan bersikap seperti seorang Muslim yang masuk ke restoran yang menyediakan babi lalu menyepelekan soal keadaan darurat, atau mengambil sikap yang kokoh untuk menghindari sekuat tenaga atas setiap tindakan pelanggaran aturan Allah tersebut.

Mudah-mudahan tulisan ini tidak dikatakan sebagai 'sudah membodohi orang pakai ayat Al-Qur'an'..


0 komentar: