Loading

Jumlah Kunjungan

Artikel Terbaru MMT

Facebook Arda Chandra

Powered by Blogger.

Tulisan ini saya sampaikan tahun lalu di forum diskusi Muslim-Menjawab, dan cukup relevan dihadirkan kembali. Natal sudah mendekat beberapa hari lagi. Kalau dilihat bagaimana kemeriahan natal di negeri ini yang hampir sama meriahnya dengan perayaan Idul Fitri, padahal penduduk Katolik/Kristen yang merayakannya berjumlah hanya 10% dari total penduduk yang mayoritas Muslim. Melihat kenyataan ini seharusnya bagi umat Kristen yang tahu dan memahami, akan berterima kasih kepada saudara-saudara mereka yang Muslim, bahwa secara umum umat Kristen dijaga dan dilindungi untuk bisa menjalankan ajaran agama mereka dengan tenang dan tenteram. Lihatlah kemeriahannya, hampir semua mal dan pusat perbelanjaan meriah dengan nuansa natal, karyawan dan karyawatinya memakai (atau terpaksa memakai) topi Sinterklas, ada promosi berupa 'Christmas Sale', warna ruangan dominan berwarna merah, yang merupakan ciri khas natal. Begitulah sikap umat Islam di negeri ini, sesuatu yang barangkali tidak mereka dapatkan di negeri dimana mereka menjadi minoritas. 

-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Terjadi perbedaan pendapat para ulama tentang boleh atau tidaknya seorang Muslim menyampaikan ucapan selamat natal kepada umat Kristen yang merayakannya. Umumnya pihak yang membolehkan beranggapan bahwa terdapat pemisahan antara natal sebagai suatu ritual ibadah/misa dan natal sebagai suatu perayaan hari kelahiran, seperti halnya dengan perayaan ulang tahun seseorang. Pendapat ulama yang membolehkan penyampaian ucapan selamat natal menyatakan bahwa ucapan tersebut sebagai bentuk tahni’ah/ucapan selamat dan penghormatan, bahkan menurut Yusuf Qadrawi mengkategorikan hal ini sebagai al-birr – perbuatan yang baik – sesuai Al-Qur’an surat al- Mumtahanah 8 dan an-Nisaa 86. Di Indonesia sendiri kita tidak menemukan adanya fatwa MUI yang menetapkan apakah mengucapkan selamat natal diharamkan atau tidak, yang ada hanyalah fatwa MUI thn 1981 yang menyatakan tentang tidak boleh mengikuti perayaan natal bersama, bukan soal mengucapkan selamat natal. Disini bisa dilihat bahwa MUI-pun membedakan antara natal sebagai suatu ritual ibadah dengan natal sebagai suatu perayaan hari kelahiran. 

Sikap MUI ini tergambar juga dengan pernyataan Dien Syamsudin, Sekjen MUI sekaligus Ketua Umum PP Muhammadiyah yang menyatakan : “Kalau hanya memberi ucapan selamat tidak dilarang, tapi kalau ikut dalam ibadah memang dilarang, baik orang Islam ikut dalam ritual Natal atau orang Kristen ikut dalam ibadah orang Islam,". Setali tiga uang, dulu semasa hidupnya Gus Dur juga tidak mempermasalahkan ucapan Natal dari seorang Muslim dengan alasan :"Perayaan Natal adalah perayaan hari kelahiran Isa Almasih, jadi sebagai umat Islam yang mengakui kenabian beliau, tidak masalah kalau kita juga ikut merayakannya..". 

Menurut saya ada suatu keganjilan dalam sikap para ulama yang membolehkan mengucapkan selamat natal dengan dasar pembedaan makna natal sebagai suatu ritual ibadah dan natal sebagai perayaan hari kelahiran. Seharusnya pemaknaan natal harus kita tanyakan langsung kepada pihak Kristen, apa makna natal sesuai ajaran mereka, bukan menentukan sendiri berdasarkan sudut-pandang kita. Lalu sikap membolehkan atau tidaknya ucapan selamat seharusnya diambil pemaknaan yang ada dalam ajaran Kristen tersebut. Berikut dialog yang terjadi ketika seorang Muslim bertanya tentang makna natal kepada umat Kristen, dan jawaban dari pihak Kristen saya pikir cukup mewakili pendapat mereka secara umum tentang persoalan ini : 

Muslim : Apakah ada pihak Kristen yang mau memberikan penjelasan soal ucapan selamat natal..?? Apakah ucapan tersebut bermakna sebagai ucapan selamat kepada pihak yang berulang-tahun..?? kalau memang demikian maka ucapan selamat natal kepada umat Kristen bisa dikatakan salah alamat karena yang lahir dan berulang tahun adalah Yesus, seharusnya ucapan ditujukan kepada beliau, kalaupun mau dirayakan maka yang merayakannya adalah pihak yang sedang berulang-tahun, mengundang tamu, bernyanyi ‘Happy Birthday to you’ dan bertepuk tangan untuk yang berulang-tahun. Adalah salah kalau yang berulang tahun si Parmin tapi ucapan selamat saya sampaikan kepada anaknya atau tetangganya. Kalau dikatakan Natal adalah perayaan bagi orang-orang yang beriman dan pengikut Yesus, maka non-Kristen sudah sewajarnya tidak mengucapkan selamat karena mereka tidak beriman dan bukan pengikut Yesus. Adakah Kristen bisa memberikan penjelasan apa sebenarnya makna Natal dalam ajaran Kristen..?? 

Kristen : Natal adalah saat dimana Allah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal kepada manusia, supaya barangsiapa yang percaya kepada-Nya (Anak-Nya) sebagai Tuhan dan Juruselamat boleh beroleh hidup yang kekal. Lukas 2:11 Hari ini telah lahir BAGIMU Juruselamat, yaitu Kristus, Tuhan, di kota Daud. Yohanes 3:16 Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah MENGARUNIAKAN Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal. Streams in the Desert, vol 2, January 15: “God (the greatest lover) so loved (the greatest degree) the world (the greatest number) that He gave (the greatest act) His only begotten Son (the greatest gift) that whosoever (the greatest invitation) believeth (the greatest simplicity) in Him (the greatest person) should not perish (the greatest deliverance), but (the greatest difference) have (the greatest certainty) everlasting life (the greatest possession)” [= Allah (pecinta terbesar) begitu mengasihi (tingkat terbesar) dunia (jumlah terbesar) sehingga Ia memberikan (tindakan terbesar) AnakNya yang tunggal (pemberian / hadiah terbesar) supaya barangsiapa (undangan terbesar) percaya (kesederhanaan terbesar) kepada Dia (pribadi terbesar) tidak binasa (pembebasan terbesar), tetapi (perbedaan terbesar) mempunyai (kepastian terbesar) hidup yang kekal (milik yang terbesar)] – John 3:16. Karena manusia telah mendapat hadiah yang terbesar (terlebih mereka yang percaya yang menerima hadiah tsb) maka perlu diucapi selamat Natal. Masalah kamu gak mau kasi ucapan selamat pada umat Kristen, EGP! Tapi itu berbeda dengan saya…saat kamu merayakan idul fitri, saya tak segan mengucapkan ‘selamat hari idul fitri’. Ucapan tsb bukan sebagai pengakuan bhw agama kamu benar, tetapi hanya sebagai bentuk saling menghargai antar umat beragama yang tinggal di tanah tercinta, Indonesia, yang berbhineka tunggal ika. 

Muslim : Dengan penjelasan anda maka sudah tepat kalau umat Islam diharamkan untuk mengucapkan selamat natal kepada kaum Kristen karena ditinjau dari sudut pandang Kristen sendiri, natal merupakan suatu perayaan yang muncul dari wilayah keimanan, bukan hanya sekedar peringatan hari lahir/ulang tahun. Islam memang agama yang sangat kuat memelihara kemurnian iman, sikap saling menghargai dan toleransi bisa disalurkan lewat cara-cara lain, dan tidak perlu bersinggungan dengan acara yang jelas-jelas dibangun atas dasar keimanan, misalnya dengan mengucapkan selamat. Tidak mengucapkan selamat natal yang dilakukan kaum Muslim bukan berarti mereka sedang tidak menghargai pemeluk agama lain, penghargaan diberikan dengan bentuk membiarkan Kristen untuk merayakan natal sesuai keyakinan mereka. Bagi Kristen yang ikut-ikutan mengucapkan ‘selamat Idul Fitri’ itu menjadi urusan keimanan kalian sendiri, bagaimana anda menerjemahkan tindakan untuk menjaga kemurnian iman anda sendiri. 

Kristen : Saya tdk tahu apa yg kamu maksud dgn ‘kemurnian iman’. Apa itu sama dg ‘kemurnian ajaran’? Iman itu ada di dalam, bukan diluar. Justru yg di dalam harus merubah yg diluar. Dgn mengucapkan ‘selamat hari raya’ itu tdk berarti iman saya terkontaminasi ajaran lain. Itu tdk berpengaruh apa2 dgn apa yg ada di dalam diri saya, maupun terhadap ajaran agama saya. Kalau hanya sekedar membiarkan perayaan agama lain, itu bukan menghargai tetapi membiarkan alias acuh tak acuh. Harganya berapa? Harganya hanya diabaikan alias nol. Walau itu jauh lebih baik daripada merecoki. Juga bukan berarti kita harus ikut merayakan perayaan agama lain, tetapi ikut memberi perhatian dgn turut mengucapkan selamat, itu justru lebih menunjukkan penghargaan kita yg berarti antar umat beragama. Juga meningkatkan rasa persatuan diantara sesama manusia yg hidup dlm satu bingkai negara dgn tdk mudah dipecah belah oleh keegoan yg bertopeng agamawi. Pada akhirnya, itu tergantung masing2 orang didalam bersikap thdp sesamanya. Silahkan lakukan yg terbaik bagi bangsa ini. 

Muslim : Umat Islam tidak mendasari pengertian iman menurut pihak lain, tapi berdasarkan sudut pandang Islam juga : al iimaanu `aqdun bil qalbi wa iqraarun billisaani wa `amalun bil arkaani. Artinya: “Iman adalah tambatan hati, ucapan lisan dan laku perbuatan”. (Hadits ibnu majjah, tabhrani). Dengan perkataan lain Iman adalah Tambatan hati yang menggema kedalam ucapan dan menjelma menjadi laku perbuatan. Tidak bisa dipisahkan antara apa yang ada dalam hati dengan ucapan dan perbuatan. Jadi kalau seorang Muslim mengucapkan natal, padahal Kristen sendiri memahami natal sebagai suatu hasil dari keimanan yang meyakini Yesus sebagai juru selamat, dan pada saat yang sama si Muslim sebenarnya tidak mengakui/menolak hal tersebut, maka ini menghasilkan suatu sikap munafik dengan tujuan hanya agar terlihat sebagai suatu umat yang penuh toleran, memamerkan sikap persatuan, justru itulah yang dinamakan sebagai topeng. Umat Islam tidak dididik oleh ajarannya untuk bersikap munafik, lain dimulut lain di hati. Kalau sikap tidak mau mengucapkan selamat natal diartikan sebagai sikap tidak toleran, tidak menghargai, berdasarkan sudut pandang Kristen, itu terserah pihak Kristen karena karena nilai seorang Muslim bukan diukur berdasarkan ukuran orang lain, tapi berdasarkan ketentuan yang ditetapkan oleh ajaran Islam sendiri.. 

Dari dialog tersebut bisa diambil kesimpulan : 

1. Natal dari perspektif Kristen bukanlah soal perayaan hari kelahiran, namun tercipta sebagai suatu ‘produk iman’ bagi suatu kaum yang meyakini adanya seorang juru selamat, inkarnasi Tuhan dalam rupa manusia yang bertugas untuk menanggung dosa melalui penyaliban. Disini terlihat bahwa tindakan para ulama yang membedakan antara natal sebagai suatu ritual ibadah dengan natal sebagai suatu perayaan hari kelahiran merupakan buah pikiran yang dikarang sendiri dan tidak mempunyai landasan yang kuat dari ‘si pemilik’ natal sendiri, yaitu umat Kristen. 

2. Kalaulah mau diperlakukan sebagai suatu peringatan hari kelahiran biasa, seharusnya ucapan selamat tidak ditujukan kepada umat Kristen, melainkan kepada pihak yang berulang-tahun, yaitu Yesus sendiri. Tidak masuk akal kalau yang berulang tahun bapak Presiden, tapi ucapan selamat anda sampaikan kepada para menteri. 

3. Sebaliknya ucapan selamat Idul Fitri yang dilontarkan umat Kristen kepada umat Islam didasari tujuan untuk menunjukkan mereka sebagai kelompok orang yang menghargai toleransi, meningkatkan rasa persatuan, menjaga ketenteraman dalam hidup bernegara yang diukur dari sudut pandang mereka sendiri. Maka berdasarkan ukuran tersebut mereka menganggap pihak yang tidak mau mengucapkan selamat natal adalah kelompok orang yang tidak menghargai perbedaan, tidak toleran, tidak mau menjaga ketenteraman dan persatuan. Sedangkan dari sudut pandang Islam, penghargaan terhadap perbedaan keyakinan bisa dilakukan dengan tidak meributkan, memberi ruang dan keleluasaan kepada pemeluk agama lain untuk menjalankan ibadah sesuai keyakinan masing-masing, sebaliknya ucapan selamat yang dilontarkan dengan hati yang sebenarnya menolak/tidak mengakui hal yang mendasari perayaan tersebut dikategorikan sebagai suatu bentuk kemunafikan. 

4. Perkembangan terbaru soal Natal datang dari Paus Benediktus XVI yang menyatakan :"“Perhitungan awal dari kalender kita –berdasarkan pada kelahiran Yesus– dibuat oleh Dionysius Exiguus, yang membuat kesalahan dalam perhitungannya sebanyak beberapa tahun,” tulis Paus, yang mencetak perdana bukunya sebanyak 1 juta eksemplar untuk dijual ke seluruh dunia. “Tanggal lahir Yesus yang sebenarnya lebih awal beberapa tahun,” tulisnya dibuku itu, sebagaimana dikutip The Telegraph. Perlu diketahui bahwa awal mula penetapan tanggal natal adalah pihak Roma Katolik (Kristen Ortodoks sebagai gereja yang umurnya sama tuanya dengan Katolik Roma mempunyai tanggal natal yang berbeda, yaitu 7 Januari), sekarang pihak yang menetapkan tersebut meralat keabsahan tanggal natalnya. Jadi alasan yang disampaikan Gus Dur bahwa umat Islam tidak masalah merayakan hari kelahiran Nabi Isa Almasih, sudah dibantah sendiri oleh 'yang punya hajat'. 

Ada kesan, ketika seorang Kristen secara demonstratif menyampaikan ucapan Idul Fitri kepada rekannya yang Muslim, baik melalui ucapan langsung, e-mail, SMS, si Muslim ditempatkan pada posisi yang serba salah ketika sebaliknya tidak mau mengucapkan selamat natal, seolah-olah mau menyatakan :”Lihat.., kamilah umat yang bersikap menghargai ajaran agama lain, toleran, menjaga persatuan dan ketenteraman, sedangkan anda adalah kelompok umat yang sama sekali tidak mau bersikap toleran, menghargai agama lain, tidak mau menjaga persatuan dan ketenteraman..”, lalu si Muslim terpaksa ‘menari dalam irama gendang’ yang ditabuh oleh Kristen, ikut mengucapkan selamat natal, salah satunya dengan menentukan sendiri makna natal yang jelas tidak didasari oleh pemaknaan dari pihak Kristen sendiri. 

Tulisan ini saya sampaikan jauh dari maksud mengeluarkan fatwa soal ini karena saya bukanlah ulama yang berkompeten untuk menghasilkan fatwa. Ini bukan suatu kajian fiqh. Ini saya sampaikan agar saudara-saudara seiman saya mau merenungkan posisi masing-masing dalam bersikap. Tentu saja saya bisa ber-empati kepada anda yang hidup dalam situasi sulit, misalnya bekerja di kantor yang mayoritas non-Muslim, punya atasan non-Muslim, memiliki pasangan hidup seorang mualaf yang keluarganya masih memeluk ajaran Kristen, hidup di negara yang mayoritas non-Muslim. Soal bagaimana anda bersikap silahkan putuskan sendiri dengan memohon perlindungan kepada Allah dari tindakan yang tidak diperkenankan-Nya. Ada baiknya saya sampaikan pendapat salah seorang rekan saya soal ini : 

“Saat ini, entah karena terlalu banyak kajian fiqih, maka para ‘ulama banyak yang hanya terpaku pada kajian fiqih semata, dan melupakan kajian-kajian aqidah yang sebenarnya hukumnya kadang bukan lagi haram, tapi kufur, karena dalam islam, penentu syari'at, adalah Allah dan Rasul-Nya, Dalam hal ini juga, nabi menegur Adi bin Hatim, ketika ia bertanya kepada nabi bahwa mereka (kristener) tidak menyembah para rahib mereka, jawab nabi adalah; BUKANKAH MEREKA MENGHALALKAN YANG HARAM, MENGHARAMKAN YANG HALAL..? itulah arti penyembahan dalam arti yang luas..”

(Hadist ini terkait dengan ayat Al-Qur’an : QS 9:31..Mereka menjadikan orang-orang alimnya, dan rahib-rahib mereka sebagai tuhan selain Allah, Seorang sahabat mempertanyakan tentang kebenaran pernyataan tersebut karena dia tidak pernah menemukan adanya penyembahan Yahudi kepada rahib-rahib mereka, lalu Rasulullah menjawab dengan pertanyaan retoris :”Bukankan Yahudi mengikuti kelakuan rahib mereka yang menghalalkan yang haram dan mengharamkan yang halal..??”. Jadi suatu kemusyrikan bukan hanya dinilai dari adanya upacara penyembahan kepada makhluk, tapi ketika seseorang mengikuti apa yang diperbuat oleh makhluk tersebut padahal itu merupakan suatu kemusyrikan, maka dia juga dikatakan sudah melakukan kemusyrikan juga..) 

Itu yang terjadi ketika seorang Muslim mengucapkan natal kepada Kristen, ditinjau dari aspek keimanan/aqidah. Maka sikap terbaik umat Islam soal ini adalah dengan memberikan situasi aman dan tenteram kepada saudara-saudara mereka yang Kristen untuk bebas menjalankan ritual ibadah mereka. 

0 komentar: