Links
Labels
- Akhlak (25)
- Al-Qur'an (30)
- Aqidah (9)
- Demokrasi (5)
- Dunia Islam (42)
- Hadits (1)
- Ibadah (16)
- Kontra Liberalisme (15)
- Muamalah (20)
- Pembelaan Iman (13)
- Pemikiran Islam (53)
- Sejarah Islam (6)
- Syari'at (14)
- Tafsir (23)
Popular Posts
Jumlah Kunjungan
Arsip
- March 2024 (1)
- October 2019 (1)
- February 2018 (92)
- January 2018 (1)
- April 2014 (1)
- March 2014 (7)
- December 2013 (3)
- November 2013 (3)
- October 2013 (4)
- September 2013 (8)
- May 2013 (1)
- April 2013 (1)
- March 2013 (3)
- February 2013 (2)
- December 2012 (2)
- November 2012 (2)
- October 2012 (5)
- September 2012 (2)
- August 2012 (5)
- July 2012 (14)
- June 2012 (18)
- May 2012 (54)
Artikel Terbaru MMT
-
Siapakah Penulis Taurat Yang Sebenarnya - Oleh : Fachrudin Mencermati apa yang dibahas oleh JJ atas teori EYPD yang dimuat pada blog pribadinya , tidak ada bantahan ataupun penjelasan yang sang...
-
Arsip kajian Islam - *بِسْمِ ٱللَّهِ ٱلرَّحْمَٰنِ ٱلرَّحِيمِ* Assaamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh, Keberadaan orang orang yang ingin menghancurkan Islam dengan berbagai ...
-
Diskusi Arda Chandra dan Wawan Kardiyanto; Kewajiban memakai Jilbab.. - Bermula dari status Wawan Kardiyanto yang memuat berita tentang Najwa Shihab yang tidak memakai jilbab, lalu dia menulis komentar : YANG JARANG DIPAHAMI ...
-
Atasi Krisis Air, ACT Siapkan 237 Truk Tangki Berisi Air - Tim Emergency Response Aksi Cepat Tanggap untuk Bencana Kekeringan, menyiapkan 237 truk tanki berisi air bersih untuk didistribusikan ke beberapa wilayah ...
-
Perkataan Nabi Menjadi Bumerang Untuknya? - * Oleh Surya Yaya* Seorang Penghujat Islam membuat tulisan dengan judul :Sesumbar-sesumbar Muhammad yg menjadi bumerang bagi dirinya 1) Kalau dia mengada-...
-
Persoalan nabi Muhammad meninggal karena diracun - *Pertanyaan :* Berdasarkan hadits Bukhari dalam versi bahasa Inggeris ini : *Narrated 'Aisha: The Prophet in his ailment in which he died, used to say, "O...
-
Pembinaan Mualaf Perlu Pahami Psikologis Dan Siap Berkorban Waktu - Pembinaan mualaf yang kurang optimal ditenggarai akibat perhatian umat Islam yang kurang, selain itu juga disebabkan minimnya inovasi atau pembaruan tekni...
-
Ebook 'Combat Kit' By Penjaga Kitabullah - Assalamualaikum wr wb, saudara-saudaraku umat Islam sekalian….. Alhamdulillah Kompilasi seluruh judul Notes sudah dapat saya selesaikan, silahkan di down...
-
-
Powered by Blogger.
Bagaimana kriteria seseorang bisa dikategorikan sebagai orang miskin..?? PBB menyatakan seseorang dikatakan sebagai miskin apabila punya penghasilan dibawah 2 dollar perhari, atau sekitar 19 ribu rupiah, apabila duit yang masuk kantong anda berjumlah dibawah itu maka PBB akan memandang anda sedang megap-megap menjalani hidup. Sedangkan Badan Pusat Statistik (BPS) memakai ukuran seseorang yang hanya mampu menyediakan konsumsi untuk dirinya setara dengan 2.100 kalori perhari, apabila anda hanya mampu makan dibawah jumlah tersebut..? BPS akan menilai anda kelaparan.
Namun sebenarnya ukuran kemiskinan sangat subjektif dan tidak jelas. Kita mendengar berita beberapa tahun lalu, anggota DPR yang punya gaji puluhan juta sebulan menjerit-jerit minta kenaikan gaji, mereka merasa sangat miskin karena penghasilan yang kelihatannya besar tersebut sudah dipotong sana-sini, sekian persen harus disetor ke partai, sekian juta untuk melayani konstituen dari dapil masing-masing, belum lagi untuk memenuhi permintaan sumbangan ini-itu yang tidak bisa ditolak. Dengan kondisi demikian anggota dewan menganggap posisi keuangannya menjadi tekor alias defisit, akhirnya mereka berteriak-teriak minta agar gaji mereka ‘disesuaikan’. Kita boleh mengatakan bahwa sebenarnya para anggota DPR sudah termasuk kategori orang miskin.
Sebaliknya banyak kita temukan orang-orang pinggiran yang dilihat dari sudut pandang kita berada pada kehidupan yang paling bawah, pemulung, kuli bangunan, tenaga kerja serabutan, jualan cendol dan gorengan, tukang service sepatu, hidup didaerah yang sederhana. Boleh jadi mereka mampunya hanya mengkonsumsi makanan dibawah 2.100 kalori perhari perkapita, namun soal meminta-minta menjadi pantangan, hidup melarat tapi tidak pernah menyusahkan orang lain, apa yang didapat itu yang dimakan, kalau tidak ada makanan maka mereka berpuasa. Ini bukan kisah romantisme dan hanya ada di skenario sinetron, anda bisa menemukannya dalam kehidupan sehari-hari. Kalau begitu, sulit untuk kita menyatakan orang-orang pinggiran ini sebagai orang miskin.
Ketidak-jelasan kaya miskin juga akan terlihat ketika orang bersikap terhadap rencana kenaikan BBM. Ukuran langsung berubah total. Kriteria orang kaya terkait merek dan harga mobil, yang diatas sekian ratus juta dikategorikan kaya, sebaliknya yang punya mobil ‘sekedar’ Avanza, Xenia, Suzuki Carry, dikategorikan sebagai orang miskin dan layak dapat subsidi. Orang lalu mendadak ‘memiskinkan diri’ dengan membeli mobil kelas bawah, sedangkan yang mewah disimpan di garasi, khusus buat ‘Sunday driving’. Dalam konteks ini, kaya atau miskin bisa di’stel’.
Kita mungkin lupa, bahwa kaya atau miskin tempatnya di hati, itulah fakta yang kita temukan sehari-hari, fakta yang tidak bisa dibantah. Banyak orang miskin sebenarnya kaya-raya, sebaliknya banyak orang kaya tapi pada hakekatnya miskin. Saya sangat menyukai suatu dialog dalam film ‘Wallstreet’ karya Oliver Stone pada tahun 1987, Bud Fox (Charlie Sheen) seorang muda yang berkiprah sebagai pialang di bursa saham Wallstreet dengan gaji puluhan ribu dollar sebulan, suatu ketika meminjam uang kepada ayahnya seorang mekanik sebuah perusahaan penerbangan. Si ayah memberikan uang dan berkata heran :”Gajimu puluhan ribu dollar sebulan, tapi masih kekurangan juga..”.
Penetapan standard kemiskinan berdasarkan ukuran materi sangat sesat, akibatnya semua program kerja dan strategi pemerintah dalam mengatasi kemiskinan juga bakalan nyasar. Kita sering mendengar pidato pemerintah yang menyatakan :”Pemerintah berhasil menekan angka kemiskinan dari sekian persen penduduk menjadi hanya sekian persen..”, namun dihadapan mata kepala sendiri kita menemukan rakyat menjerit hidup susah karena menganggap dirinya masih miskin. Kalaulah ukuran kemiskinan dipatok berdasarkan jeritan rakyat tersebut, maka dijamin 90% rakyat kita masih miskin, karena ‘merasa miskin’ sudah merupakan tabi’at orang Indonesia. Pemerintah boleh saja berkoar telah berhasil mengurangi orang miskin, tapi rakyatnya tetap saja tidak merasa jadi orang kaya, aneh khan…
Kalau saja manusia bisa melihat kemiskinan dari sisi yang lain, bahwa kemiskinan tersebut sebenarnya datang dari hati yang ‘merasa miskin’, maka program pemerintah untuk mengatasinya pasti berbeda. Kita akan menemukan adanya pos anggaran negara untuk program ‘meningkatkan harga diri’, atau juga rencana kerja untuk pelatihan ‘kelompok rakyat pantang menyerah’, atau juga pembentukan ‘barisan masyarakat pantang meminta-minta’. Ketika sebagian besar rakyat mampu dilatih untuk bersikap demikian, bakalan banyak masalah yang bisa diselesaikan. Urusan kisruh kenaikan BBM tidak akan terjadi karena orang yang mampu pasti merasa malu untuk ‘meminum' BBM bersubsidi, program Bantuan Langsung Tunai (BLT) juga tidak akan ribut akibat banyak orang yang mendadak jadi miskin. Atau juga korupsi yang dilakukan orang kaya yang merasa miskin, itu juga bisa diatasi dengan program peningkatan harga diri.
Kita pernah mendengar cerita dijaman khalifah Umar bin Abdul Aziz pada tahun 716 M, ketika beliau mengutus petugas zakat untuk membagikan harta zakat yang terkumpul, lalu si petugas mencari-cari penduduk miskin diseluruh wilayah kekhalifahan, namun tidak ketemu seorangpun. Si petugas lalu kembali melaporkan kondisi yang ditemuinya dilapangan, menyatakan bahwa tidak seorangpun yang layak menerima zakat karena sudah sejahtera. Khalifah Umar lalu memakai harta zakat tersebut untuk keperluan lain seperti memajukan bidang pendidikan dan kajian ilmu pengetahuan. Waktu itu belum ada standard kemiskinan model yang ditetapkan PBB atau BPS, maka kita tentu bertanya-tanya :”Lalu apa ukuran seseorang dikategorikan sebagai orang miskin….?”. Saya membayangkan bahwa ukurannya ditentukan berdasarkan pengakuan calon penerima zakat, apakah mereka mau menerima zakat, merasa berhak untuk itu..?? apabila orang tersebut menolaknya, maka dia dikatakan bukan merupakan orang miskin. Suasana keimanan yang menghasilkan penduduk dengan harga diri yang tinggi dan tidak suka meminta-minta, yang menyebabkan tidak adanya penduduk miskin dalam kekahlifahan tersebut.
Seharusnya kita bisa belajar dari fakta sejarah tentang masa kekhalifahan Umar bin Abdul Aziz..
Label:
Dunia Islam
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
1 komentar:
Subhanallah, setuju banget mas. Sy jg merasa sedih, kasihan sekaligus sebel sama orang2 yg tiba2 merasa "miskin" agar bs mendapatkan apa yg bukan hak mereka.
Karena itu lah kurupsi susah diberantas di negeri ini...
Post a Comment