Loading

Jumlah Kunjungan

Artikel Terbaru MMT

Facebook Arda Chandra

Powered by Blogger.

"Anakku, memilih pasangan hidup merupakan ketrampilan dalam menyeimbangkan kalkulasi rasional dengan hasrat emosional. Berat ke kalkulasi rasional bisa membuat rumah-tanggamu ibarat mengarungi padang gurun kering kerontang, sebaliknya, dominan kepada hasrat emosional akan menjadikannya seperti melayari lautan penuh gelombang besar.."

Sebelumnya perlu saya sampaikan bahwa tulisan ini bukan membahas persoalan nikah beda agama dari aspek kajian fiqih, jadi bakalan tidak ada pernyataan soal boleh atau tidak, halal atau haram. Ini semata-mata melihat pernikahan beda agama melalui akal sehat, dan tentu saja akan banyak mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang jauh masuk ke relung hati, bertanya kepada keimanan kita.. 

Pernahkan anda melihat pasangan tetangga anda, yang menganut agama yang berbeda (dalam konteks ini, salah satunya adalah Muslim), menjalani hidup mereka sehari-hari dengan penuh ketenteraman, saling menghargai, saling mengasihi selama bertahun-tahun, tidak terdengar adanya konflik yang berarti, jarang bertengkar. Demikian juga dengan anak-anak mereka, dari kecil dididik untuk tenggang rasa, penuh toleransi dan setelah dewasa diberi kebebasan penuh untuk memilih keyakinannya sendiri. Anak-anak tersebut tumbuh menjadi seorang penganut agama yang toleran dan punya kemampuan menghargai kepercayaan lain yang berbeda. Sedangkan anda sendiri, sekalipun pasangan anda sama-sama penganut Islam, termasuk kategori taat beribadah, tapi sering terlibat pertengkaran (ukuran sering atau tidaknya tentu tergantung anda sendiri) sehingga rumah serasa neraka, punya anak-anak bandel yang shalat wajibnya bolong-bolong. Apakah Islam bisa menjamin terciptanya rumah tangga yang berbahagia? Mengapa justru pernikahan beda agama terlihat punya potensi untuk menumbuhkan sikap toleran dan saling menghargai perbedaan..?? 

Saya pastikan apa yang anda saksikan tersebut tidak akurat. Mana ada rumah tangga yang selalu dalam kondisi damai dan tenteram terus-menerus..?? sebaliknya juga tidak akan ada rumah-tangga yang seratus persen diisi oleh pertengkaran dan perkelahian. Lumrahnya sebuah rumah tangga, pertengkaran dan kasih sayang, cinta dan marah, bahagia dan susah, selalu datang silih berganti, dan ketika anda menengok tetangga anda, si pasangan beda agama yang rukun, mungkin muncul pertanyaan tersebut. Kita tidak akan bisa melihat kehidupan orang lain 24 jam dalam sehari sehingga saat-saat pertengkaran kemungkinan besar tidak terlihat, dan memang wajar, semua orang juga akan menyembunyikannya dan yang tampak adalah kondisi damainya saja. Setiap keluarga memiliki problemnya masing-masing, maka dalam menjalaninya selalu akan muncul dinamika dan perjuangan untuk melakukan ‘sinkronisasi’, yang tidak menutup kemungkinan harus melewati diskusi dan perbedaan pendapat yang ‘hangat’. Itu terjadi kepada semua orang. 

Allah menyinggung soal pernikahan beda agama ini dalam Al-Qur’an : 

Dan janganlah kamu nikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mu'min lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mu'min) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mu'min lebih baik dari orang musyrik walaupun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. Dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya) kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran. (al-Baqarah 221) 

Asbabun Nuzul (sebab-sebab turunnya ayat Al-Qur'an) dari surat Al Baqarah 221 tersebut diriwayatkan dalam hadist, yaitu ketika seorang sahabat Abdilah bin Rawahah, datang kepada Rasulullah menceritakan perbuatannya yang telah memukul hamba perempuannya yang hitam kelam dan jelek karena marah, dia merasa menyesal dan meminta petunjuk Rasulullah. Rasulullah bertanya : "Bagaimana keadaan hamba sahaya tersebut..?", Abdilah menjawab bahwa budaknya itu seorang muslimah yang ta'at,. Rasulullah kembali berkata :"Wahai Abdilah, dia itu adalah seorang yang beriman". Maka Abdilah menimpali :"Demi Zat yang mengutusmu dengan hak, aku akan memerdekakannya dan menikahinya..". Peristiwa tersebut memancing penghinaan dan rasa sinis dari masyarakat, karena menganggap Abdilah menikahi budaknya yang hina dan jelek. Sehubungan dengan hal tersebut turunlah wahyu Allah. 

Seiring dengan itu Nabi Muhammad SAW bersabda :"Janganlah kamu menikahi wanita karena kecantikannya, sebab kecantikan itu akan sirna. Janganlah kamu menikahi wanita karena hartanya, karena suatu saat harta tersebut bisa menyesatkan. Nikahilah wanita karena agamanya. Seorang hamba sahaya yang hitam kelam dan jeles parasnya lebih utama sepanjang dia beriman kepada Allah". Bukhari Muslim meriwayatkan hadist :"Wanita dinikahi karena empat perkara : karena hartanya, keturunannya, kecantikannya dan karena agamanya. Maka pilihlah yang mempunyai agama, tentu kamu berbahagia"

Dari Asbabun Nuzul dan hadist Nabi diatas, terlihat bahwa larangan Allah dan anjuran Rasulullah untuk tidak menikahi wanita musyrik, bukanlah merupakan larangan yang ditujukan secara khusus, tapi lebih sebagai pembanding, bahwa dalam ajaran Islam seorang budak wanita yang beriman dan ta'at, dinilai lebih baik dari pasangan anda yang musyrik. Sebaliknya bagi wanita muslimah, pernyataan Allah tersebut lebih ditujukan kepada walinya, bukan kepada orangnya, ini menunjukkan bahwa dalam menjalankan ajaran ini, pihak wali-lah yang dituntut untuk berperan dalam menerapkannya. Allah terlihat 'mengerti betul' bahwa dalam kasus-kasus pernikahan beda agama, masalahnya sangat kompleks karena banyak menyangkut soal perasaan, cinta dan kasih sayang, suatu hal yang pada dasarnya sering diluar kontrol manusia, makanya secara keseluruhan redaksi ayat itu terkesan bersifat 'mengingatkan', dan diakhiri dengan : Dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya) kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran, Allah seolah-olah mau mengatakan : "Inilah perintah-Ku, pikirkanlah baik-baik..". Reaksi kita terhadap aturan Allah tersebut tergantung tingkat keimanan kita, maka bagi orang yang selalu berusaha untuk mendekatkan diri mereka akan selalu terfokus kepada 'apa yang sebenarnya diinginkan Allah' bukan kepada 'apakah ada peluang atau kemungkinan lain dari larangan Allah tersebut' sehingga kita bisa mengarahkan nurani dan pikiran kita untuk menangkapnya secara utuh, menutup sebisa mungkin 'lobang-lobang' penafsiran yang meragukan. 

Maka kalau dalam Al-Qur'an, Allah menyampaikan ajaran-Nya dan melarang, artinya jangan adalah jangan, tidak boleh, tidak diizinkan. Namun soal larangan nikah beda agama ini Allah menyampaikannya dengan cara yang 'unik', karena menyangkut soal perasaan dan cinta. 

Marilah kita telaah sedikit soal cinta dan kasih sayang terhadap pasangan lawan jenis. Islam mengajarkan bahwa cinta sejati hanya ditujukan kepada Allah, rasa cinta kepada pasangan anda haruslah dalam rangka karena anda mencintai Allah, anda dilarang untuk mabuk cinta, karena mabuk cinta akan 'menomor-duakan' cinta anda kepada Allah. Ketika anda jatuh cinta kepada seseorang, anda akan berusaha mati-matian untuk mengidentifikasikan diri kepadanya, akan menyukai apa yang dia sukai, sebaliknya juga akan membenci apa yang dibencinya. Lalu kalau kita memilih pasangan yang berbeda agama, apakah mungkin kita bisa bersikap mencintai Allah dan pada saat bersamaan mencintai orang yang dibenci Allah..?? Ini tidak akan pernah terjadi karena kita terpaksa harus mengorbankan salah-satunya. 

Ketika anda, atau anak perempuan anda, atau anak laki-laki anda memutuskan untuk menikah dengan pasangannya yang berbeda agama, dan untuk itu dia sanggup menentang orang tuanya, bahkan kalau perlu menantang seluruh dunia agar keinginannya tercapai, apa sebenarnya yang melandasi semangatnya tersebut..?? apa yang menyebabkan dia mempunyai 'energi yang berlebihan' untuk memenuhi keinginannya..?? apakah alasannya :"Oh.. karena saya ini pengikut Islam liberal yang menghargai pluralisme.." atau "karena saya ini pengikut setia Nurcholis Madjid atau Ulil Abshar Abdalla, maka saya mau membuktikannya dengan nikah beda agama". Saya pastikan bukan itu alasannya, karena Nurcholis Madjid, Ulil, pluralisme, ataupun liberalisme, jauh untuk bisa dijadikan landasan sebuah pernikahan beda agama. Satu-satunya yang menjadi dasar nikah beda agama karena anda sudah dimabuk cinta, tidak ada alasan selain itu. 

Ketahuilah dan mohon maaf kepada orang-orang yang mendewa-dewakan cinta sampai mampu mengarang puluhan lagu untuk itu. Cinta ibarat kentut, datang tanpa dikehendaki, pergi juga tanpa permisi. Ketika ‘hasrat’ untuk kentut muncul, memang sangat tidak bijaksana kalau anda menahan-nahannya, bisa kembung dan membuat badan meriang, namun dalam kondisi tertentu terpaksa harus ditahan juga. Kentut harus dikeluarkan, namun tidak bisa mengeluarkannya disembarangan tempat. Kalau anda lakukan di tengah pesta atau lagi makan bersama, maka anda akan dimusuhi orang karena bisa 'mengganggu kepentingan umum'. Anda harus segera menyingkir ke tempat sepi, ke kebun atau toilet, itulah tempat yang tepat untuk melepas kentut. Demikian pula dengan cinta, datang juga tanpa assalamu’alaikum, lalu bisa jadi akan menghilang tanpa permisi lalu tiba-tiba muncul lagi dengan ‘sasaran’ yang lain. Kalau ditahan-tahan ketika cinta itu datang, juga bakalan bisa membuat anda demam dan meriang. Apabila cinta 'dilepas' kepada sasaran yang tidak tepat, bisa 'mengganggu kepentingan umum' karena prinsipnya suatu perkawinan bukan hanya menyangkut urusan anda berdua saja, tapi semua keluarga anda dan keluarga pasangan anda terkait di dalamnya. 

Ketika anda mau memutuskan memilih pasangan dan menikah karena cinta, maka hendaknya perasaan emosional tersebut harus dilengkapi dengan kalkulasi rasional, menghitung untung-rugi, baik-buruknya hidup yang akan dialami nanti. Dan untuk persoalan nikah beda agama ini, keimanan yang ada dalam hati akan sangat berperan, maka tanyalah hati anda yang telah beriman tersebut..


1 komentar:

oebaid said...

dalam ayat tersebut jelas disebutkan, larangan menikahi wanita musyrik (janganlah kamu nikahi wanita-wanita musyrik)