Loading

Jumlah Kunjungan

Artikel Terbaru MMT

Facebook Arda Chandra

Powered by Blogger.

Beberapa bulan belakangan saya selalu menyempatkan diri untuk shalat shubuh ke mesjid di dekat rumah. Dulu sebenarnya saya sering juga melakukan shalat ke mesjid, baik diwaktu shubuh maupun maghrib dan ‘Isya, bahkan kalau lagi ‘mood’ dan ada kesempatan, shalat dhuhur dan ‘ashar pun saya lakukan juga di mesjid. Namun beberapa bulan kemudian kemalasan kembali melanda, rasanya sangat berat untuk melangkahkan kaki, kalau sudah demikian biasanya otak mulai ‘jalan’ untuk mencari-cari alasannya. Yang paling ‘masuk akal’ adalah : percuma ibadah dilakukan dengan memaksakan diri, toh..akhirnya sekalipun shalat di mesjid tapi selalu dengan hati terpaksa, lebih baik shalat di rumah karena bisa dilakukan tanpa ada perasaan terpaksa, ibadahnya tentu ‘lebih berkualitas’… 

Sekarang saya mulai lagi menyempatkan diri ke mesjid, khususnya untuk shalat shubuh, karena dari kelima shalat wajib, hanya shalat shubuh-lah yang tidak mempunyai alasan yang masuk akal untuk tidak dilakukan di mesjid, kecuali karena ngantuk atau tidur. Ketika waktu dhuhur di siang hari ataupun ‘ashar di sore hari sudah tiba, kita masih punya banyak alasan, biasanya karena masih bekerja di kantor atau ditempat lain sehingga berhalangan untuk mendatangi mesjid. Ketika waktu maghrib dan ‘isya datang, kita masih bisa punya alasan baru sampai dirumah setelah capek bekerja seharian. Namun untuk shalat shubuh, apa alasan kita untuk tidak dilakukan di mesjid..?? sebelum shubuh kita sudah beristirahat cukup panjang (kecuali buat pekerja malam seperti ronda, keamanan, maling, prostitusi, termasuk bagi yang suka dugem, dll), sebenarnya ketika bangun setengah jam sebelum shubuh, kemungkinan besar kita masih mampu. 

Satu-satunya halangan untuk tidak pergi ke mesjid di waktu shubuh adalah karena ‘pingin menambah jam tidur’, cuma itu satu-satunya alasan. Makanya setiap azan shubuh selalu ada tambahan seruan :”Shalat itu lebih baik daripada tidur..” – asshalaatukhairul mina annaum…”. Di Masjidil Haram dan masjid Nabawi, jamaah selalu penuh melakukan shalat shubuh berjamaah, padahal kedua masjid tersebut gedenya bukan main. Di negeri kita, di kota manapun, di RT manapun (umumnya di daerah mayoritas Muslim, mesjid/musholla ada disetiap RT) jamaahnya nggak cukup satu shaf (sekitar 20 s/d 25 orang). Mungkin karena seruan azan ‘asshalaatukhairul minaan naum’ di Arab Saudi dan di negeri kita berbeda, kalau disono seruan ‘naum’nya pendek, kalau dinegeri kita seruannya dipanjangin menjadi ‘nauuuuuummm…”. ‘Naum’ artinya ‘tidur’, mungkin ini yang menyebabkan jamaah shubuh di negeri kita cuma sedikit, karena ‘nauuuuuummm’nya kepanjangan, jadinya tidurnya juga ikut diperpanjang…. 


Demikian juga pada mesjid dekat rumah, jamaah shubuhnya rata-rata 20 orang dan orangnya itu-itu juga, kebanyakan sudah tua-tua berkisar diatas 50 – 60’an tahun. Saya yang sebenarnya sudah cukup berumur, malah dianggap jamaah paling muda. Biasanya yang selalu ada, pak haji Ohim yang selalu mengambil posisi diujung kanan shaf paling depan, ada juga pak Nurdin ketua DKM selalu mengambil posisi duduk ditengah, maklum saja.., ketua. Kami sendiri jarang berkomunikasi satu sama lain karena tidak sempat. Masuk mesjid shalat sunnat dan shalat shubuh, selesai berdo’a masing-masing (mesjid di dekat rumah saya digolongkan mesjid PERSIS – Persatuan Islam, jadi tidak ada wiridan rame-rame sesudah shalat) kami pulang sendiri-sendiri. Tidak semua jemaah saya kenal namanya.. 

Akhir-akhir ini setiap kaki saya langkahkan masuk mesjid, selalu muncul perasaan haru. Setiap melihat jamaah shubuh yang ada, saya memandang mereka dengan kagum :”Apa yang menyebabkan pak haji Ohim yang sudah tua selalu mau datang ke mesjid diwaktu shubuh..??”, beliau pasti sudah bangun paling tidak setengah jam sebelum azan, lalu berwudhu dan berganti pakaian, itu adalah tindakan minimal karena banyak juga yang bangun sebelumnya untuk melaksanakan shalat tahajud dan witir di rumah, setelah itu baru datang ke mesjid. Sampai di mesjid-pun tidak hanya melaksanakan shalat shubuh 2 rakaat, tapi selalu melaksanakan shalat tahyatul masjid 2 rakaat disambung shalat sunnat rawatib 2 rakaat. Apa yang menyebabkan mereka mau melakukan itu..?? padahal menurut aturan Islam, shalat shubuh dirumahpun tetap sah dan sudah menggugurkan kewajiban. 

Yang saya lihat, ada kecintaan mereka kepada Allah, itu yang mendasari mengapa mereka melakukan semua ibadah tersebut. Apakah mereka sudah termasuk golongan orang-orang yang beriman, minimal pada waktu itu..?? seperti apa yang dikatakan Allah dalam Al-Qur’an : 

[8:2] Sesungguhnya orang-orang yang beriman ialah mereka yang bila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayat-Nya bertambahlah iman mereka (karenanya), dan hanya kepada Tuhanlah mereka bertawakkal. 

Yang dimaksud ‘hati yang gemetar’ ibaratnya perasaan kita ketika sedang jatuh cinta. Ada lagunya :”Aku lagi makaaannn…ingat kamu, aku lagi minuumm.. ingat kamu, aku lagi muleesss..ingat kamu, aku lagi ngantuuukkk..ingat kamu…”. Ketika kebetulan ‘si Euis’ yang kita taksir namanya disebut orang, mendadak ada yang ‘seerr-serr’ muncul dalam hati, padahal si Euis yang disebut belum tentu si dia yang kita taksir, khan yang punya nama Euis banyak toh…Katakanlah kita jadian, dan si dia berkirim surat cinta. Dijamin surat tersebut tidak akan lepas dari tempat tidur, selalu dibaca sampai kertasnya lecek, kalau sudah kusam, disterika agar kembali licin, begitu ada kata atau kalimat yang ‘bermakna ganda’ kita berpikir keras mencari tahu apa maknanya, surat robek sedikit, hati kita robek banyak… Begitulah hati orang yang beriman menurut Allah, ketika mendengar nama Allah disebut, muncul ‘serr-serr’an dalam hati, ketika mendengar ‘surat cinta’ dari Allah dibacakan, bisa dari speaker mesjid, bisa dari televisi, bisa dari perlombaan MTQ, makin di dengar makin bertambah dekat hati ini. 

Seorang yang beriman selalu menyempatkan waktu untuk mengulang-ulang membaca ‘surat cinta’ dari Allah tersebut disetiap kesempatan. Seperti ibaratnya kita mencintai seseorang, kita biasanya selalu mengidentifikasikan diri kepada orang tersebut, kita benci apa yang dia benci, kita berusaha menyukai apa yang dia suka sekalipun pada awalnya kita tidak suka. Demikian juga dengan orang yang beriman, dia akan membenci semua yang dibenci Allah, dan sebaliknya dia akan mencintai apapun yang dicintai Allah. 

[2:165] Adapun orang-orang yang beriman amat sangat cintanya kepada Allah. 

Mungkinkah jamaah shubuh saya merupakan orang-orang yang dicintai Allah, karena mereka berusaha melakukan yang terbaik bagi Allah atas dasar kecintaan mereka kepada Allah..?? dan pada saat yang sama Allah menumbuhkan perasaan cinta orang lain kepada mereka. Mungkin itu yang menyebabkan kemudian saya tersungkur dalam, ketika bersujud pada shalat tahyatul masjid dan berdo’a :”Yaa..Allah..berikanlah berkah dan rahmat-Mu kepada jamaah shubuh saya, mereka begitu mencintai Engkau dan mau susah-payah mendatangi mesjid untuk shalat shubuh berjamaah, semata-mata berdasarkan kecintaan mereka tersebut…”. Do’a keluar begitu saja dari mulut … Pernah saya berpikir apakah mereka, jamaah shubuh saya, punya perasaan yang sama terhadap saya..?? 

Pada satu kesempatan ketika saya baru memulai kembali membiasakan shalat shubuh ke mesjid, saat berjalan pulang kerumah, kebetulan ada satu jemaah yang sejalan, beliau bertanya :”Koq..sudah lama nggak kelihatan..?? lagi sibuk dinas keluar kota yaa..??”. Saya berpikir rupanya selama ini saya diperhatikan orang, jadi ketika lama tidak ke mesjid, jamaah lain pada ingat. Sungguh…sampai sekarang saya tidak kenal namanya, saya menjawab ;”Iya..pak, belakangan ini lagi malas ke mesjid, nggak tau tuh…”. Jamaah saya tersebut berkata :”Saya juga sering begitu, tapi biasanya saya lawan dengan mandi pagi sebelum berangkat, biasanya rasa malasnya bakalan hilang…”. Satu hal yang saya simpulkan, ternyata ketidak-hadiran saya diingat oleh si bapak jamaah saya ini. 

Beberapa waktu lalu, saya pernah berbincang-bincang dengan rekan kantor saya dulu, dia juga rupanya rajin dan membiasakan diri shalat shubuh ke mesjid seperti saya. Dia bercerita hal yang sama. Pernah sekali waktu ketika ada tugas yang harus diselesaikan sampai larut malam selama seminggu, rekan kantor saya ini absen ke mesjid. Suatu ketika setelah shalat shubuh, rumahnya didatangi beberapa jamaah mesjidnya, sebagian besar malah tidak dia kenal namanya, mereka berkata :”Kami khawatir bapak sakit, koq sudah hampir seminggu tidak ke mesjid….”.. 

Shalat shubuh ke mesjid sering menghasilkan cerita-cerita kecil yang mempesona. Pernah para sahabat Nabi mengomentari salah seorang sahabat yang jarang shalat shubuh ke mesjid ;”Sampai-sampai kami menduga bahwa dia itu termasuk orang munafik…”. Mungkin itulah sebabnya mengapa Rasululah pernah bersabda :

”Seandainya umatku mengetahui apa hikmah dibalik shalat shubuh berjamaah ke mesjid, mereka akan melakukannya sekalipun harus datang dengan cara merangkak…”.


0 komentar: