Loading

Jumlah Kunjungan

Artikel Terbaru MMT

Facebook Arda Chandra

Powered by Blogger.

Barangsiapa yang berat timbangan (kebaikan)-nya, maka mereka itulah orang-orang yang dapat keberuntungan. Dan barangsiapa yang ringan timbangannya, maka mereka itulah orang-orang yang merugikan dirinya sendiri, mereka kekal di dalam neraka Jahannam. (al-Mu’minun 102-103) 

Al-Qur’an mengajarkan kita bahwa kelak di akhirat segala amal kebaikan yang dilakukan atas dasar keimanan kepada Allah akan ditimbang dengan keburukan dan dosa yang dikerjakan di dunia. Ketika amal kebaikan tersebut ternyata lebih berat dibandingkan kejahatan dan dosa, maka kita dikatakan sebagai orang yang beruntung karena kebaikan yang banyak tersebut menutupi dosa, istilahnya : masih ada surplus pahala. 

Namun kenyataannya, kita tidak gampang untuk menghitung-hitung berapa sebenarnya jumlah pahala yang telah kita tabung, sebaliknya juga tidak mudah untuk mengkalkulasi berapa banyak dosa yang telah kita lakukan, yang akan kita bawa disaat kita mati kelak. Sebagai satu contoh sederhana, katakanlah mulai minggu depan anda melakukan puasa Ramadhan. Allah mengatakan bahwa pahala berpuasa menjadi urusan-Nya, dialah yang akan memberikan penilaian terhadap puasa yang kita lakukan. Lalu sejauh mana anda bisa yakin kalau puasa tersebut diterima oleh Allah dengan sempurna..? bagaimana kalau hanya limapuluh persennya saja..? atau bahkan sama sekali tidak diterima. Rasulullah mengingatkan kita. 

“Betapa banyak orang yang berpuasa namun dia tidak mendapatkan dari puasanya tersebut kecuali rasa lapar dan dahaga.” (HR. Ath Thobroniy dalam Al Kabir dan sanadnya tidak mengapa. Syaikh Al Albani dalam Shohih At Targib wa At Tarhib no. 1084 mengatakan bahwa ini shohih ligoirihi -yaitu shohih dilihat dari jalur lainnya-) 

Rasulullah mengatakan ‘betapa banyak’, artinya ‘tidak sedikit’, orang yang melakukan puasa Ramadhan ternyata hanya memperoleh lapar dan haus saja, tidak lebih dari itu. Lalu bagaimana kita bisa yakin kalau puasa kita tersebut bisa diterima-Nya..?. 

Disisi lain, amal kebaikan yang mungkin kita anggap sepele ternyata bisa bernilai tinggi dihadapan Allah : 

"Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Antara muslim dengan muslim yang lain ada enam kewajiban untuk berbuat baik; memberi salam jika bertemu, memenuhi undangannya jika diundang, menjawabnya jika bersin, menjenguknya jika sakit, mengantar jenazahnya jika meninggal dan menyukainya sebagaimana ia menyukai dirinya." (HR Ibnu Majah) 

Tidak ada contoh pekerjaan yang rumit untuk memperoleh pahala dari Allah, kita juga tidak butuh modal yang besar dan tenaga yang banyak, berapa biaya yang mesti anda keluarkan untuk mendo’akan ketika mendapatkan orang lain bersin..? apa ongkos yang harus anda bayar ketika mengantarkan jenazah seorang teman Muslim anda ke liang lahat..?. Sama sekali tidak ada. Ternyata pekerjaan sepele tersebut bisa dinilai sebagai amal kebaikan yang besar disisi Allah. Ketika Rasulullah mengingatkan tentang puasa yang tidak diterima Allah, beliau mengkaitkannya dengan perbuatan dosa yang sering kita anggap ringan : 

“Barangsiapa yang tidak meninggalkan perkataan dusta malah mengamalkannya, maka Allah tidak butuh dari rasa lapar dan haus yang dia tahan.” (HR. Bukhari) “

Puasa bukanlah hanya menahan makan dan minum saja. Akan tetapi, puasa adalah dengan menahan diri dari perkataan lagwu (perkataan tidak berfaedah) dan rofats (ucapan berbau porno). 

Apabila ada seseorang yang mencelamu atau berbuat usil padamu, katakanlah padanya, “Aku sedang puasa, aku sedang puasa.” (HR. Ibnu Majah dan Hakim. Syaikh Al Albani dalam Shohih At Targib wa At Tarhib no. 1082 mengatakan bahwa hadits ini shohih). 

Ternyata penyebab yang bisa membuat puasa kita tidak digubris oleh Allah hanya soal sepele, berbicara dan bersenda-gurau yang tidak bermanfaat dan menyerempet-nyerempet porno, padahal mungkin itu kita lakukan hanya atas dasar becanda untuk mengisi waktu saja. 

Dalam hadits lain, nabi Muhammad SAW kembali mengingatkan kita melalui suatu cerita tentang seorang wanita : 

Abu Hurairah r.a. berkata, seseorang lelaki berkata kepada Rasulullah saw., “Ya Rasulullah, sesungguhnya si fulanah sering disebut karena shalat, puasa dan sedekahnya yang sangat banyak, hanya saja ia menyakiti tetangganya dengan lisannya.” Rasulullah saw. berkata, “Wanita itu di neraka.” Lelaki itu berkata lagi, “Sesungguhnya si fulanah sering disebut karena shalat, puasa, dan sedekahnya yang sangat sedikit, ia bersedekah dengan sepotong keju serta tidak menyakiti tetangganya dengan lisannya.” Rasulullah saw. bersabda, “Wanita itu di surga.” (Ahmad, hadits nomor 9298, dan Al-Hakim) 

Bayangkan, ibadah shalat, puasa dan sedekah kita tidak berarti dan dihapus oleh perbuatan yang suka menyakiti tetangga dengan lisan kita. Lalu bagaimana caranya kita bisa menghitung-hitung timbangan amal kebaikan, dan merasa optimis bisa menutup segala dosa yang kita lakukan..? 

Al-Qur’an dan hadits memang banyak menyinggung soal dosa besar dan dosa kecil, namun berdasarkan ajaran yang ada seperti disampaikan dalam hadits yang telah dikutip diatas, sulit bagi kita untuk meremehkan dosa yang kita anggap kecil. Pahala dan dosa tidak hanya terkait dengan sifatnya yang kuantitatif saja, tetapi juga kualitatif. Sering kita kecele menilai suatu perbuatan baik dan buruk karena bisa jadi berbeda dengan apa yang disampaikan Allah dan Rasul-Nya. Maka sikap kita yang paling aman untuk menyiasati proses penimbangan pahala dan dosa nanti di akhirat adalah dengan tidak meremehkannya. Jangan anggap sepele perbuatan baik dan jahat sekecil apapun bentuknya. Konsentrasikan diri setiap detik untuk menilai perbuatan kita, apakah yang barusan saya lakukan mempunyai nilai kebaikan disisi Allah atau sebaliknya. Ketika kita merasa perbuatan tersebut hanyalah sesuatu yang sia-sia, maka cepat-cepat meminta ampun dan bertaubat. 

Bulan Ramadhan ibaratnya bulan promosi di suatu supermarket. Selama sebulan terjadi diskon besar-besaran, dengan jumlah duit yang sama, anda bisa mendapatkan barang lebih banyak, harga dibanting habis-habisan, ada paket hemat beli satu gratis satu. Selain itu bulan Ramadhan juga dijadikan masa pemutihan dosa, Allah ‘membuka tangan-Nya lebar-lebar’ untuk menerima taubat kita. Maka sekaranglah kesempatannya, lakukan perbuatan baik sekecil apapun secara konsisten, hindari diri dari perbuatan sia-sia sekecil apapun bentuknya, perbanyak meminta ampun. Tidak usah mempersulit diri dengan ritual ibadah yang rumit-rumit, cari saja orang bersin disekitar anda, atau banyak-banyak memberi dan menerima salam, memasukkan uang receh kedalam kotak amal di masjid, singkirkan paku yang kebetulan anda temukan di jalanan, murah senyum, segera menjenguk tetangga yang terbaring di rumah sakit, menghibur saudara dan teman yang sedang kesusahan. 

Karena itu, logikanya ketika bulan ramadhan selesai, kita seharusnya sudah punya tabungan pahala yang berlimpah..


0 komentar: