Loading

Jumlah Kunjungan

Artikel Terbaru MMT

Facebook Arda Chandra

Powered by Blogger.

Saya akan bercerita bagaimana suatu simbol bekerja mempengaruhi persepsi dan tindakan manusia. Silahkan lihat foto disebelah ini.. 

Bayangkan diri anda suatu ketika bermain-main ke mall yang ramai di Jakarta, tempat nangkring anak-anak muda termasuk para wanita tuna susila (WTS) pencari mangsa yang gampang kita temui disana. Kalau anda belum tahu soal ini, sekarang saya kasih tahu, tapi sssttt... ini informasi khusus buat anda saja, jangan disebar-sebarin sama orang lain. Mall adalah tempat yang biasa dipakai oleh WTS untuk mencari mangsa, selain mereka punya tempat lokalisasi untuk menunggu pelanggan, istilahnya mereka juga punya strategi 'jemput bola', berusaha mendekatkan diri ke lokasi customer. Sulit untuk membedakan mereka dengan 'wanita biasa' karena para WTS ini memakai pakaian (artinya memakai simbol) yang sama dengan wanita lain, atau mungkin juga sebaliknya, saya kurang tahu. Disamping itu mall juga suka dijadikan ajang buat para laki-laki pencari mangsa, yang mengincar wanita-wanita muda yang memang banyak bertebaran disana. Jadi kalau anda melihat ada oom-oom lagi duduk sendiri di teras sebuah cafe, dengan mata jelalatan kiri-kanan memelototi perempuan yang melintas lewat, kemungkinan itu orangnya. Ini ibarat 'botol ketemu tutup', ada demand ada supply, maka transaksi bisa terjadi. 

Anda dipersilahkan berpakaian seperti Obama, memakai jas lengkap dengan dasi, lalu duduk-duduk diteras sebuah café sendirian, kalau perlu letakkan gadget mahal dan kunci mobil Mercy atau BMW anda diatas meja, tunggulah beberapa waktu. Saya perkirakan kemungkinan besar anda akan dihampiri oleh perempuan pencari mangsa untuk diajak kenalan dan ngobrol, minimal ada lirikan-lirikan genit yang mengundang anda untuk bereaksi duluan. Berpakaian ‘ala’ Barack Obama seperti ini sudah tertanam dalam pikiran masyarakat sebagai cara berpakaian orang yang ‘kemungkinan bisa diajak kencan’, layaknya pakaian yang biasa dikenakan oleh playboy-playboy Hollywood, nilai tersebut sudah melekat kepada simbol. Sekarang coba anda ganti gaya berpakaian meniru apa yang dipakai oleh imam besar masjid Istiqlal Ali Mustafa Yaqub yang ada disebelah Obama, bedanya tidak banyak, cuma menambahnya dengan memakai peci, lalu lakukan hal yang sama ketika anda berpakaian ‘ala’ Obama tadi. Saya jamin perempuan-perempuan nakal yang bertebaran di mall tersebut tidak akan ‘hinggap’ di meja anda, boro-boro mau ngajak kencan, dipanggilpun mereka akan berpikir panjang, takut bakalan diceramahin. 

Cuma peci…!!, benda sekecil itu bisa bekerja mempengaruhi perilaku orang lain terhadap kita, bisa merubah pandangan dan penilaian mereka, sekalipun belum tentu benar bahwa ‘jeroan’ kita sesuai dengan simbol yang kita pakai. Namun gambaran yang saya kemukakan menunjukkan bahwa simbol memang sangat efektif untuk mempengaruhi orang lain. 

Sekarang silahkan dilihat foto yang satu ini, ustadz Abu Bakar Ba’asyir. Anda dipersilahkan melakukan hal yang sama kembali, sekarang dengan memakai pakaian seperti pak ustadz ini, lalu duduk ditempat yang sama, dengan gaya yang sama. Saya tidak perlu bikin ilustrasi lagi untuk menggambarkan bagaimana reaksi cewek-cewek terhadap anda. yang pasti pakai baju ghamis, peci putih dengan sorban melintang dibahu, lalu jelalatan di mall bisa mengundang curiga satpam yang sedang bertugas. Sekali lagi, simbol bekerja mempengaruhi pandangan orang. 

Makanya kita sering menemukan kelakuan manusia, misalnya dalam suatu kampanye pemilihan umum maupun Pilkada, kandidat yang tadinya sama sekali bukan orang yang ‘berbau’ masjid, tiba-tiba memakai baju muslim dan sorban segede ban vespa dikepala, tidak lupa membawa tasbeh dan mulut komat-kamit, entah apa yang dibaca. Orang ini mengetahui betul soal simbol dan bagaimana cara memanfaatkannya. Atau juga para penjahat yang sedang diajukan ke pengadilan gara-gara kasus korupsi atau pembunuhan berantai, banyak dari mereka kemudian merubah penampilan, sering memakai baju muslim, kopiah hitam, dan yang wanitanya pakai kerudung, minimal ada selendang yang menutupi sebagian kepala. Mereka juga memahami bagaimana pentingnya simbol. 

Simbol memang tidak serta-merta merubah nilai dan kualitas diri anda, pakai baju islami tidak otomatis menjadikan anda mendadak berubah berakhlak seperti nabi, bahkan sekalipun anda memakainya tiap hari, namun untuk beberapa orang, memakai simbol-simbol islami mempunyai pengaruh mendorong dirinya untuk melakukan perbuatan sesuai nilai-nilai yang dikandung oleh simbol tersebut. Simbol bisa berfungsi sebagai ‘pagar’ supaya kita tidak melakukan hal yang bertentangan dengan nilai yang dikandung olehnya. 

Jangan anggap remeh soal simbol, dalam kesempatan berdebat di televisi, pengacara Mahendradata menjawab lawan diskusinya yang mengatakan :”Apalah artinya simbol..”, dengan mengajukan tantangan :”Silahkan kamu coba pakai simbol palu-arit (simbol komunisme) dibaju kaosmu, lalu wara-wiri masuk kompleks tentara..”. Dalam contoh lain kita juga bisa mengatakan :”Apakah tidak menimbulkan masalah ketika kita masuk masjid untuk shalat berjamaah dengan memakai kaos yang berlambang salib..??”. Ketika Rasulullah bicara soal anjuran untuk berjenggot dan celana cingkrang (isbal) bagi laki-laki Muslim, apakah kita akan menyatakan Nabi telah bicara soal yang ‘nggak penting-penting amat’..? lalu kita mengabaikannya..??. Nabi Muhammad, manusia yang selalu dibimbing Allah dalam mengeluarkan ucapan, mengetahui bagaimana pentingnya simbol , bahwa simbol bisa merubah perilaku, baik untuk orang lain yang melihatnya maupun bagi orang yang mengenakannya. 

Yang sering salah-kaprah dilakukan kebanyakan umat Islam adalah sikap mereka terhadap ajaran Rasulullah ini, pemakaian simbol dijadikan sebagai alat untuk menghakimi orang. Pada kelompok yang berpihak kepada simbol mengatakan orang yang tidak memakainya sebagai ‘muslim kelas dua’, tidak mengikuti sunnah Rasul, keimanannya tidak sempurna. Pemakaian simbol yang seharusnya bisa difungsikan untuk kemaslahatan diri sendiri malah dipakai untuk menunjukkan diri lebih baik dibandingkan orang lain. Sebaliknya ini juga terjadi kepada pihak yang tidak sependapat dengan pemakaian simbol, sama-sama menghakimi pihak yang berseberangan. Tuduhan berpikiran sempit, ekstrim, kaku, bodoh dan pamer merupakan ungkapan balasannya. Entah mana yang duluan namun hal ini sering terjadi dalam masyarakat Islam. 

Ajaran Rasulullah tersebut seharusnya dijadikan bahan renungan dan dimanfaatkan untuk diri sendiri sebagai sarana peningkatan iman, bukan untuk menghakimi orang lain..


0 komentar: