Loading

Jumlah Kunjungan

Artikel Terbaru MMT

Facebook Arda Chandra

Powered by Blogger.

Rasululllah bercerita tentang seorang pengembara yang telah melakukan perjalanan jauh, berambut kusut dan pakaian berdebu. Kondisinya menunjukkan bagaimana penderitaan yang sudah diterimanya dalam waktu sekian lama, perjalanan jauh menunjukkan bahwa dia tidak memiliki tempat berdiam yang nyaman dan tetap, rambut kusut menggambarkan sudah tidak ada lagi waktu memikirkan diri sendiri, dan pakaian lusuh dan berdebu memperlihatkan kefakirannya. Ditengah padang pasir tandus dia menengadahkan kedua tangannya kelangit, memasrahkan diri kehadirat ilahi, seraya berseru :”Wahai Rabb…, wahai Rabb….”, namun do’a tidak berjawab… Para sahabat yang mendengar kisah tersebut berkata :”Tidak mungkin Allah tidak mendengarkan do’a hamba-Nya yang sengsara tersebut, dia sudah berjalan jauh mencari Allah, mengalami penderitaan yang sangat berat, tidak lagi sempat memikirkan dirinya sendiri….”. Rasulullah berkata :”Bagaimana Allah mengabulkan do’a orang tersebut karena dalam dirinya mengalir darah dari minuman yang haram, dalam dagingnya mengendap makanan yang haram, tenaga dan pikirannya dihasilkan dari sesuatu yang haram…??”. 

(Cerita bebas bersumber dari hadist Rasulullah) 

Dari Abu Hurairah –Radhiallahu ‘Anhu berkata: Telah bersabda Rasulullah –Shallalahu ‘Alaihi Wa ‘Ala Alihi Wa Sallam: “Sesungguhnya Allah itu baik, tidak menerima sesuatu kecuali yang baik. Dan sesungguhnya Allah telah memerintahkan kepada orang-orang mukmin (seperti) apa yang telah diperintahkan kepada para rasul, maka Allah telah berfirman: 

“Wahai para Rasul, makanlah dari segala sesuatu yang baik dan kerjakanlah amal shalih” (QS. Al-Mukminuun: 51). 

“Wahai orang-orang yang beriman, makanlah dari apa-apa yang baik yang telah Kami berikan kepadamu.” (QS. Al-Baqarah: 172). 

Kita bisa membayangkan ketika seorang koruptor yang sudah kenyang sedang berusaha untuk membersihkan diri dan hartanya, lalu dia pergi ke tanah suci untuk melaksanakan ibadah haji. Katakanlah ‘hasil bersih’ jarahannya selama ini berjumlah 2 trilyun. ONH yang harus dikeluarkan seratus juta rupiah. Sang koruptor melaksanakan ibadah haji, memohon ampunan Allah didepan pintu Ka’bah, tempat segala do’a di ijabah-Nya, lalu dilanjutkan dengan menegadahkan wajah ke langit di padang Arafah mulai dari waktu dhuhur sampai maghrib. Allah mengatakan bahwa haji yang mabrur ganjarannya tiada lain adalah surga, ampunan seluas langit. Ketika ritual ibadah selesai, ‘bekas’ korputor ini pulang ke tanah air, dan untuk meyakinkan diri bahwa segala dosa-dosa sudah diampuni, si koruptor ini mengeluarkan hasil korupsinya sebanyak 1 trilyun untuk disumbangkan kepada lembaga sosial, panti asuhan, fakir miskin, beasiswa anak-anak yang tidak mampu dan pembangunan masjid, lalu di ‘kipas-kipas’ menikmati sisa harta 800-900 milyar, jumlah yang sangat besar untuk bekal dihari tua. 

Anda yang tidak bisa menerima ‘skenario’ ini tidak usah khawatir, urusan bersih dari dosa cuma ada dalam angan-angan si koruptor saja, kenyataannya tidaklah demikian karena Allah Maha Adil. Ketika si koruptor baru saja menginjakkan kakinya di Jeddah, baru turun dari pesawat, Allah memerintahkan kepada para malaikat :”Wahai para malaikat pencatat amal ibadah, lupakanlah si koruptor ini, abaikan segala do’anya, jangan dicatat apapun amal kebaikan dan ibadah yang dia lakukan. Dia memenuhi panggilan-Ku untuk berhaji dengan uang haram..”. 

Rasulullah menyampaikan ajaran yang bisa dijadikan analogi untuk kasus ini : 

“Siapa yang tidak mampu meninggalkan ucapan dan tindakan kotor, maka Allah SWT tidak akan menerima ( pengorbanannya ) untuk meninggalkan makan dan minum saat berpuasa.” ( HR Bukhari dan Muslim ). 

Maka sepanjang si koruptor tidak mengembalikan semua harta hasil korupsinya, dan tidak menyerahkan diri untuk diproses sesuai hukum yang berlaku, maka Allah-pun tidak akan berkenan untuk menghapus dosa-dosanya, sekuat apapun dia beribadah. Kalaulah dia mengetahui bagaimana nasib ibadah haji yang dia lakukan, mungkin lebih logis kalau si koruptor ini tidak melaksanakan ibadah haji, tidak mewaqafkan sebagian hartanya untuk ‘mensucikan’ uang haram yang dimilikinya. Lebih masuk akal kalau dia menikmati harta tersebut dengan berfoya-foya untuk kesenangan diri sendiri, mumpung masih bisa menikmati. Usaha yang dilakukan untuk membersihkan harta tersebut ternyata tidak berguna. 

Bagaimana dengan anda..?? bagaimana dengan saya..?? memikirkan hal ini terus-terang saya pribadi menjadi ngeri, sehingga nyaris sampai kepada sikap berputus-asa, bagaimana cara membersihkan harta yang sudah terlanjur masuk ke dalam perut sendiri maupun perut anak dan istri, yang telah menjadi darah dan daging, menyatu dengan perbuatan. Apakah ibadah dan amal kebaikan yang dilakukan selama ini bisa diterima Allah..?? Memikirkan hal ini, sekali lagi, saya sangat takut. Ada usaha untuk mencari-cari pembenaran terhadap pekerjaan yang dulu dilakukan, bahwa apa yang sudah diterima sebagai hasil dari pekerjaan selama ini adalah hal yang wajar dan biasa terjadi, semua orang juga melakukan hal yang sama, lalu melanjutkan hidup dengan nyaman. Namun hati nurani sulit untuk ditipu. Itu yang terjadi, entah anda bisa merasakannya atau tidak.. 

Soal harta dalam ajaran Islam bukan merupakan hal yang sepele, ketika Allah bertanya tentang amanah yang diberikan-Nya buat kita, tentang kesehatan, umur, akal pikiran dan harta benda, semuanya akan ditanya :”Dipakai buat apa amanah yang telah Aku berikan kepadamu..”, namun khusus untuk harta benda, Allah menambah pertanyaan :”Darimana harta tersebut kamu peroleh..”. Halal penggunaannya dan haram cara memperolehnya, maka kebaikan yang muncul dari mempergunakan harta tersebut tidak berguna, seperti halnya sang koruptor yang naik haji. 

Jangan buru-buru menunjuk hidung orang lain, ketika bicara soal suap dan korupsi maka pikiran kita langsung tertuju kepada Miranda Gultom atau Nazaruddin, dan berkata :”Itu tuh..si koruptor kelas kakap, dia yang banyak memakan harta jarahan..”, lihatlah diri kita sendiri, karena harta haram tidak dilihat dari jumlahnya yang besar atau kecil. Rasulullah menyatakan : 

“Allah melaknat orang yang menyuap dan orang yang disuap dalam suatu perkara” (hadits riwayat Abu Hurairah) 

Tidak ada dalam hadits tersebut nabi Muhammad SAW menyebut soal jumlah, kalau kecil diperbolehkan, kalau besar baru diharamkan. 

Sulit..?? memang sulit, dijaman sekarang disaat kita tidak bisa melepaskan diri dari urusan ini, boleh jadi anda akan berpikir untuk hidup saja ditengah hutan menghabiskan sisa umur, agar bisa terlepas dari persoalan harta haram ini. Lalu ketika diri memikirkan harta haram yang sudah terlanjur masuk menjadi darah dan daging, ada do’a yang dipanjatkan untuk bisa menggapai optimisme, agar bisa terlepas dari beban dosa yang menggantung dalam sanubari : 

“Ya..Allah… bersihkanlah diri dan keluarga hamba dari makanan dan minuman yang haram yang selama ini mungkin hamba dapatkan. Bersihkanlah dengan cara apapun yang Engkau kehendaki. Berilah hamba-Mu ini kekuatan untuk bisa menanggung semua keputusan-Mu. Hamba tidak ingin pulang kepada-Mu dengan kondisi masih membawanya..”.


0 komentar: